TIMIKA – Kejaksaan Negeri Mimika terus mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi aset tanah Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika di area Pelabuhan Pomako. Pada Selasa (16/8/2022), penyidik Kejari Mimika kembali memanggil tiga orang saksi untuk diperiksa.
Kepala Kejari Mimika, Sutrisno Margi Utomo dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, tiga saksi yang diperiksa diantaranya JWA selaku mantan Kepala Seksi Pendaftaran Kantor Pertanahan Kota Timika Tahun 2006-2013 yang bertugas memeriksa kelengkapan berkas dan memproses permohonan ketika sudah mendapatkan hasil dari bagian pengukuran.
Kemudian, AVD selaku Sdr AVD sebagai Staf Petugas Ukur di Kantor Pertanahan Kabupaten Mimika Tahun 2012 – 2016 yang bertugas melakukan pengukuran terhadap bidang tanah yang didaftarkan di Badan Pertanahan Negara (BPN).
Selanjutnya PTW, Mantan Kasubsi pendaftaran hak atas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Mimika Tahun 2010 – 2014 yang bertugas dalam mendaftarkan dan pembuatan sertifikat tanah setelah dilakukan pengukuran.
Pemeriksaan dilakukan untuk menemukan alat bukti dalam perkara dugaan Tipikor aset tanah Pemda Mimika di area pelabuhan Pomako sejak Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2022.
Kasus pelabuhan Pomako menjadi salah satu kasus yang ditangani Kejari Mimika saat ini karena diduga adanya tindak pidana korupsi. Sebab pada 23 Oktober 2000, Pemda Mimika telah membentuk panitia pengadaan tanah dan membebaskan lahan seluas 5 juta meter persegi atau 500 hektar.
Sebelumnya, kawasan tersebut masih berstatus hutan lindung. Tapi untuk kepentingan pembangunan maka Pemda Mimika mengusulkan penurunan kawasan menjadi area penggunaan lain (APL).
Pemda Mimika bahkan sudah mengeluarkan anggaran total Rp6.775.130.000 untuk pembebasan lahan kepada masyarakat Hiripau sejak Tahun 2000 hingga 2008. Pengeluaran itu tercatat tapi hingga saat ini belum disertifikatkan. Inilah yang sedang diungkap oleh Kejari untuk mengetahui apakah ada kelalaian atau kesengajaan dari pihak yang berwenang.
Terhambatnya proses sertifikasi ini menyebabkan pembangunan pelabuhan menjadi terhambat. Padahal Kementerian Perhubungan telah mengalokasikan anggaran tapi kemudian tidak terserap karena terkendala persoalan lahan.(*)
Sumber: Pojok Papua Read More