TIMIKA – Sidang praperadilan yang diajukan Bupati Mimika, Eltinus Omaleng terkait penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam dugaan kasus korupsi Gereja Mile 32 resmi digulirkan, Selasa (16/8/2022) setelah didaftarkan pada Rabu (20/7/2022) lalu.
Lewat pemberitaan beberapa media, Kuasa Hukum, Adria Indra Cahyadi menyebutkan penetapan tersangka terhadap Bupati Mimika Eltinus Omaleng tidak sah lantaran KPK tak pernah menyerahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
“Penetapan tersangka kepada pemohon cacat hukum karena termohon tidak memberikan SPDP kepada pemohon sebagaimana ketentuan hukum acara pidana,” ujar Adria dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (16/8/2022).
Adria mengatakan, penetapan Eltinus Omaleng sebagai tersangka oleh KPK itu kemudian ditindaklanjuti dengan upaya pencegahan terhadapnya oleh KPK. Padahal, kata dia, kliennya tidak pernah mengetahui secara jelas dan pasti perihal peristiwa tindak pidana yang ditudingkan kepadanya seperti apa, kapan dan bagaimana.
“Bukankah pemohon baru sekali memberikan keterangan kepada termohon terkait perkara yang sedang dilakukan penyelidikannya oleh termohon? Selanjutnya dijadikan dasar untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka,” papar Adria.
“Bahwa sejak diperiksanya sebagai saksi hingga ditetapkan dengan status tersangka pemohon tidak pernah ditunjukan atau disampaikan SPDP oleh termohon sampai dengan pemohon ditetapkan sebagai tersangka oleh termohon,” jelasnya.
Menurut Adria, penetapan Eltinus sebagai tersangka dilakukan KPK tanpa terlebih dahulu dilakukan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Adapun bunyi pasal tersebut sebagai berikut “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”
“Dengan demikian maka dengan penyidikan harus terlebih dahulu mencari dan mengumpulkan bukti untuk membuat terang tindak pidana yang terjadi, dari bukti-bukti tersebut baru kemudian ditetapkan tersangkanya,” jelas Adria.
“Akan tetapi pada kenyataannya kepada pemohon ditetapkan terlebih dahulu sebagai tersangka pada tanggal 30 September 2020 melalui surat perintah penyidikan baru kemudian termohon mencari bukti-bukti dengan memanggil para saksi dan melakukan pencegahan kepada pemohon,” ujarnya.
Adapun dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, perkara yang teregistrasi dengan nomor 62/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL itu diajukan Eltinus dengan tujuh poin petitum. Pertama, Bupati Mimika itu meminta hakim tunggal Wahyu Iman Santoso yang memeriksa dan mengadili perkaranya mengabulkan permohonan pemohon Praperadilan untuk seluruhnya.
Kemudian, Eltinus juga meminta hakim menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/58/DIK.00/01/09/2020 tanggal 30 September 2020 yang menetapkannya sebagai tersangka oleh KPK adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
Dalam petitumnya, hakim juga diminta menyatakan penyidikan yang dilaksanakan oleh KPK terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam penetapan tersangka terhadap diri pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
“Dan oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” demikian bunyi petitum tersebut.
Eltinus juga meminta hakim menyatakan penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK adalah tidak sah dan menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri Bupati Mimika itu oleh KPK.
Mengembalikan kemampuan, nama baik, harkat dan martabat Pemohon ke dalam kedudukan semula dan membebankan biaya perkara yang timbul kepada negara.(*)
Sumber: Pojok Papua Read More