TIMIKA – Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) sebagai pengelola dana kemitraan PT. Freeport Indonesia, serius mengupayakan kemandirian rumah sakit miliknya, RSMM (Rumah Sakit Mitra Masyarakat) yang dikelola oleh Yayasan Charitas Timika Papua (YCTP). Perjalanan 6 hari itu, 11 – 16 Juli 2022, mengunjungi rumah-rumah sakit yang telah berpengalaman dan berhasil mengelola layanan pasien BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggaran jaminan Sosial Kesehatan).
Dari rilis yang diterima media pada Jumat (22/07/2022), diketahui bahwa studi banding ke Rumah Sakit Umum An-nisa, Jalan Gatot Subroto, Cibodas, Kabupaten Tangerang, pada Selasa (12/07/2022).
Kedatangan Wakil Direktur Program dan Monev YPMAK, Nur Ihfa Karupukaro bersama Deputy Bidang Kesehatan, Kristianus Ukago, Kepala Divisi Program Kesehatan, Hengky Womsiwor, Kepala Divisi Monev Kesehatan Riana Wadibar, Konsultan Bidang Kesehatan, dr. Boyd Harold Manueke Sekretaris Eksekutif YCTP Sr. Leonie Haryati Bachtiar OSU, Ketua Manajemen Pelayanan RSMM, dr. Maria Novrita, Kabag Keuangan, Melky Onibala, Kabid Keperawatan, Thomas Assandy, beserta jajaran staf itu disambut oleh Manager Medis RS An-nisa, dr. Yuli Riviyanti, Manager Keuangan dan IT, Sodiqun Kholiq, PJ. Coder, dr. Muhammad Marjan beserta staf.
Diskusipun dimulai saling perkenalan, dan dilanjutkan dengan tanya jawab seputaran pengalaman, tantangan serta strategi pengelolaan pelayanan pasien BPJS.
Manager Medis, dr. Yuli Riviyanti mengatakan RS An-nisa merupakan rumah sakit dengan tingkat proporsi pengguna layanan pasien BPJS hingga 99 persen dari total pasien yang dilayaninya. Komitmen totalitas ini membuat rumah sakit yang awalnya berdiri di tahun 1991 sebagai rumah sakit bersalin itu, berhasil mendapat penghargaan sebagai RS Tipe C dengan Pelayanan BPJS Terbaik, The Most Commited Hospital Award of BPJS-JKN Program In Indonesia, dan penghargaan Rumah Sakit Tipe C dengan Kunjungan Pasien Tertinggi se-Indonesia. Atas prestasi itu, RS An-nisa ini telah menjadi tujuan studi banding oleh lebih dari 400 RS pemerintah maupun swasta se-Indonesia. Juga telah berhasil melebarkan sayapnya dengan mengakuisisi 5 rumah sakit dan 2 klinik ke dalam An-nisa Group.
“Kendati ada jeritan dari rumah-rumah sakit lain, bahwa BPJS itu minim sekali harganya, tapi buktinya kita bisa. Kita juga mengakuisisi beberapa rumah sakit, ada yang full dan ada yang 50 persen. Kita juga rencana untuk membangun 7 lantai, tapi kita hold (tahan) dulu karena ada gonjang-ganjing (perubahan) kebijakan BPJS. Di RS An-nisa, begitu ada perubahan peraturan, langsung kita ikut menyesuaikan di hari itu juga,” ujarnya.
Setelah diskusi, tim YCTP dan RSMM mengunjungi ruangan Bagian Casemix RS An-nisa melihat secara langsung proses administrasi BPJS ditangani oleh para petugas. Acara dilanjutkan dengan penyerahan plakat dari YPMAK ke RS An-nisa dan foto bersama.
Wadir Nur Ihfa Karupukaro, di akhir pertemuan mengatakan, Keberhasilan manajemen rumah sakit ini yang menjadi landasan YPMAK bersama Yayasan Charitas Timika Papua (YCTP) dan perwakilan manajemen RSMM berkunjung dan belajar di rumah sakit ini. Dengan harapan segala pengalaman dan strategi yang diterapkan di RS An-nisa bisa menjadi acuan RSMM Timika melayani pasien BPJS. Menurutnya, pasien warga 7 suku di Mimika juga berhak mendapat fasilitas layanan kesehatan gratis oleh pemerintah dan bukan dari YPMAK selaku pengelola dana kemitraan PT. Freeport saja. Ke depan ia berharap RSMM bisa berhasil dan mandiri dengan fasilitas pembiayaan BPJS ini.
“Tujuan dari studi banding kita ke rumah sakit An-nisa ini, karena prestasi rumah sakit mendapat award dari BPJS, di mana pasien yang berobat di sini 90 persennya menggunakan layanan BPJS. Rumah sakit ini bisa berkembang dengan hebat dengan menggunakan tarif BPJS. Harapan kita ke depan RSMM juga bisa demikian, mandiri bersama BPJS. Supaya masyarakat kita bisa mendapat fasilitas JKN dari pemerintah, mereka bisa berobat di mana saja termasuk di RSMM. Terlebih RSMM mampu mandiri dengan menggunakan BPJS,” harapnya.
Hari selanjutnya, Rabu 13 Juli 2022, rombongan studi banding menuju ke Rumah Sakit Santo Yusup, Bandung, tepatnya di tengah pasar Cicadas, Jalan Cikutra Nomor 7. Rombongan disambut oleh Sekretaris Rumah Sakit, Agustinus Riadi, serta Kepala Rekam Medis, Martina Purwanti dan Kepala Penagihan Siti Nurhaeni. Sharing pengalaman dan ilmu pun berjalan dengan suasana keakraban, penuh canda tawa.
Sekretaris RS St. Yusup, Agustinus Riadi, mengatakan rumah sakit yang berdiri sejak tahun 1937 itu mulai melayani pasien BPJS sejak tahun 2014, di mana kini cakupannya mencapai 80 persen dari total jumlah pasien di rumah sakit yang memiliki SDM sebanyak 562 orang itu. RS itu juga berencana untuk membangun bangunan 8 lantai di Jalan Ahmad Yani, sesuai dengan persyaratan standart dari pemerintah.
Dalam melakukan layanan BPJS, kata pria yang akrab disapa Agus, pihaknya harus berstrategi tidak murni mengandalkan program BPJS, tapi juga mengupayakan Kordinasi Manfaat atau CoB (Cordination of Benefit). CoB adalah system yang diperbolehkan di aturan BPJS, di mana dua atau lebih perusahaan penanggung (BPJS Kesehatan dan asuransi swasta) menanggung orang yang sama, semisal dari kantor-kantor pasien. Secara pribadi, pasien yang ingin naik kelas pun diperbolehkan dengan dihitung selisihnya, namun harus menandatangani surat pernyataan terlepas dari layanan BPJS Kesehatan. Hal ini dilakukan agar tingkat kepuasan pasien tinggi dan juga layanan kesehatan dapat dilakukan maksimal sesuai dengan kebutuhan kesehatan pasien itu sendiri serta ada keuntungan bagi pihak rumah sakit.
“Sampai hari ini kalau kami lakukan murni BPJS itu berat, makanya kami CoB. Dan supaya dapat lebih dari BPJS, kami tingkatkan volume rawat jalan. Karena kalau rawat inap itu berat. Caranya kita tingkatkan pelayanan,” ujarnya.
Pelayanan ramah dan professional menjadi faktor X andalan utama RS St. Yusup berhasil mengelola layanan BPJS Kesehatan. Kendati di tengah daerah pasar yang cenderung kumuh, namun saat memasuki wilayah rumah sakit sudah rapih, bersih, modern dan petugasnya aktif dan ramah melayani pasien yang datang berobat.
“Banyak pasien kami yang loyal, memilih datang berobat di sini. Walaupun di luar ini pasar, tapi saat mereka masuk ke dalam rumah sakit, mereka sudah tidak lagi menemukan pasar. Petugas kami selalu tekankan ‘senyum, salam, sapa’. Ada keluhan dari pasien, bisa dimasukkan dalam kotak dengan menyebutkan nama petugasnya. Ini akan berpengaruh pada KPI karyawan bersangkutan, kepada bonus kinerja nantinya,” bebernya.
Kepala Divisi Program Kesehatan YPMAK, Hengky Womsiwor, mewakili tim mengucap terima kasih kepada manajemen RS St. Yusup karena pelayanan sharing yang sedemikian terbuka dan memuat kiat-kiat berhasil menjalankan operasional rumah sakit sambil berdasar pada aturan BPJS Kesehatan yang ada. Ia berharap segala cerita pengalaman yang telah diberikan dapat membantu RSMM Timika menjalankan program asuransi negeri itu bagi masyarakat Amungme dan Kamoro serta 5 suku kekerabatan.
“Terima kasih kepada RS Santo Yusup yang telah menerima kami studi banding. Kami sudah datang sehingga bisa belajar tentang pengelolaan program BPJS. Ini menjadi pelajaran bagi tim yang sudah datang jauh-jauh dari timur ke barat. Dan mudah-mudahan kami bisa terapkan di Timika, di RSMM,” katanya saat menyerahkan cinderamata plakat dari YPMAK untuk RS. Santo Yusup.
Tujuan selanjutnya studi banding mengunjungi rumah sakit mitra YPMAK yaitu RS Sint Carolus, di Jalan Salemba Raya nomor 41, Jakarta Pusat, pada Kamis, 13 Juli 2022. Rombongan disambut Direktur Utama, dr. Robertus Bebet Prasetyo, beserta jajaran direksi rumah sakit lainnya termasuk Direktur Klinik Pratama, drg. Andrea. Pemaparan materi dan diskusi terkait : Implementasi JKN di Klinik Pratama St. Carolus.
Dalam sambutnnya, Direktur Utama RS Sint Carolus, dr. Robertus Bebet Prasetyo mengungkapkan, suatu tantangan bagi rumah sakit swasta yang pendanaannya dari hasil operasional untuk menyesuaikan dengan tarif yang ditentukan dalam program BPJS Kesehatan. Hal ini menuntut manajemen rumah sakit mengambil langkah-langkah efisien namun tanpa meninggalkan mutu dan keselamatan kesembuhan pasien.
Apalagi menyongsong rencanan pemerintah dua tahun mendatang, tahun 2024, semua layanan rawat inap rumah sakit anggota BPJS Kesehatan menggunakan kelas standar. Artinya, tidak ada lagi kelas seperti saat ini yaitu kelas 1, 2 dan 3. Adapun kelas tunggal ini disebut sebagai Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) atau kelas standar.
“Di tahun 2024 akan dicanangkan suatu pelayanan yang sudah single tarif dan terstandar dalam melayani pasien BPJS, itu merupakan suatu tantangan bagi rumah sakit terutama yang swasta. Kalau rumah sakit pemerintah sumber dayanya disupport oleh pemerintah, tapi kalau swasta akan datang dari hasil pelayanan rumah sakit itu sendiri. Jadi perlu suatu penataan-laksanaan dalam pelayanan, di mana kita bisa mengelola biaya yang diterima dari BPJS dengan baik tanpa mengurangi mutu dan safety pasien,” ujarnya.
Menurutnya, dengan kebijakan program kesehatan nasional yang akan berlaku pada tahun 2024 depan, rumah-rumah sakit tipe C dan D, termasuk RSMM Timika, terbuka peluang untuk berkembang. Ia optimis dengan menemukan strategi yang baik hasil dari kegiatan studi banding, RSMM bisa prima mengoperasionalkan layanan program BPJS Kesehatan di Mimika.
“Kalau RSMM dengan tipe C, kebijakan target single tarif tahun 2024 itu terbuka peluang untuk berkembang. Yang repot itu rumah sakit tipe A. kalau tipe C dan D itu peluang. Merupakan tantangan mengelola pembiayaan ini. Kita pun masih belajar bagaimana mengelola supaya apa yang kita terima bisa kita sebarkan secara efisien,” jelasnya.
Rangkaian kegiatan studi banding akan dilanjutkan di Timika dalam waktu dekat, dengan pembahasan bersama antara YPMAK, YCTP dan RSMM, yaitu seluruh personil yang ikut serta dalam studi banding baik di Jayapura maupun di Jakarta dan Bandung. Rapat kordinasi ini guna menyimpulkan hasil apa yang didapat dan bisa diterapkan di RSMM, hasi dari tukar pengalaman dengan rumah-rumah sakit tujuan studi banding.(*)
Sumber: Pojok Papua Read More