TIMIKA, pojokpapua.id – Hasil retribusi dari sektor perikanan ternyata masih belum sesuai dengan yang ditargetkan. Salah satu kendala yang dihadapi adalah masih banyak kapal-kapal nelayan yang bersandar di Pelabuhan Poumako menunggak pembayaran retribusi.
Komisi B DPRD Mimika dengan tegas meminta Dinas Perikanan menyelesaikan persoalan tersebut sehingga retribusi yang masih ditunggak oleh kapal-kapal nelayan ini bisa lunas. Hal ini akan berimbas pada meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perikanan.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi B bersama Dinas Perikanan, Satpol PP, Lanal, Polair, KP3 Laut dan Polsek Mimika Timur di ruang rapat serbaguna DPRD, Senin (13/3/2023), terungkap jika masih banyak kapal-kapal nelayan yang belum membayar retribusi.
Pengaturan kapal-kapal nelayan yang berlabuh di pelabuhan Poumako ini penting karena muaranya untuk peningkatan PAD. Kapal-kapal yang berlabuh cukup banyak namun PAD yang masuk ke kas daerah karena baru mencapai Rp 300 juta.
Diketahui juga dari studi banding Komisi B di Probolinggo diketahui kapal-kapal yang ada di sana ternyata berlabuh dan menangkap hasil laut di Laut Arafura. Sebanyak 200 lebih kapal dari sana ternyata mencari ikan di Laut Arafura.
Yang menjadi pertanyaan dewan adalah mengapa PAD dari perikanan untuk daerah ini sangat minim. Walaupun ada Perda yang mengatur soal aktivitas di pelelangan ikan Poumako yang mengharuskan 10 persen pendapatan dari tempat tersebut masuk ke kas daerah, namun hal ini ternyata belum mampu membuat kas daerah meningkat.
Hal ini juga dikarenakan ada aturan batasan laut yang diatur oleh Kementerian Kelautan. Ini disinyalir menjadi alasan banyaknya kapal-kapal dari luar yang masuk ke laut Arafura namun tidak memberikan kontribusi bagi daerah.
Anggora Komisi B, Lexy D Lintuuran mengatakan hasil-hasil laut dari sini sebagian besar malah dibawa ke luar Timika dan hanya menyisakan sedikit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. “Ternyata kita hanya dapat retribusi sekitar 300 juta, memang kita lihat fasilitasnya masih sangat terbatas,”jelas Lexy.
Agar retribusi dari perikanan bisa meningkat, maka kerja sama lintas sektor harus dilakukan serta menata kembali Perda yang ada. DPRD sendiri sudah mengarahkan Dinas Perikanan agar membuat kerja sama dengan Satpol PP, Polsek Mimika Timur, Lanal, KP3 Laut dan Polair serta DPRD. “Kesepakatan seperti apa untuk kita mengontrol kapal-kapal ini guna meningkatkan 10 persen PAD yang kita punya,”jelasnya.
Selain peningkatan PAD, pemerintah juga diharapkan tetap memberdayakan nelayan lokal. “Berdayakan nelayan lokal, lihat saja di pasar itu adanya ikan-ikan es, kasian mereka terjepit, kita mau kerja sama dengan pemerintah provinsi maupun pusat agar kontribusinya makin besar,” ungkap Lexy.
Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan, Anton Welerubun menyebut sesuai dengan
Perda soal retribusi pelelangan ikan, sebanyak 2,5 persen didapat dari pelelangan ikan. Pemda mendapat retribusi hanya lewat tempat pelelangan ikan ini saja, tidak ada jalan lain lagi. Maka, kata Anton pihaknya terus berbenah seperti kapal yang bersandar di pelabuhan diawasi.
Mengenai tunggakan retribusi dari kapal-kapal nelayan ini kata Anton, adalah utang dari Tahun 2002 dengan nilai jampir 200 jutaan. “Jika tidak selesaikan, maka kapal-kapal dilarang untuk berlabuh,” ungkapnya.
Ada juga tunggakan dari Januari sampai Februari sekitar Rp 60 juta tapi sudah dicicil pemilik kapal. Pihaknya tambah Anton, tetap terus berupaya untuk meningkatkan sektor PAD dari perikanan. Namun, semua ini juga perlu dukungan lintas sektor yang ada.(*)
Sumber: Pojok Papua Read More