DBD dan Batuk Pilek Kembali Meningkat di Timika

TIMIKA, pojokpapua.id – Memasuki musim pancaroba di Timika, masyarakat diminta tetap waspada dan menjaga kesehatan. Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika mencatat meningkatnya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan batuk pilek kembali meningkat. Selain menjaga kesehatan, masyarakat juga diminta menjaga kebersihan lingkungan.

Kepala Dinas Kesehatan Mimika, Reynold S Ubra, Jumat (14/7/2023) di Hotel Horison Ultima Timika menyebut kasus malaria dari Januari-Juni mengalami penurunan dengan jumlah kasus per 30 Juni 112/1000 penduduk. Jadi 4 kali turun lebih rendah dibandingkan akhir tahun 2022.

Tetapi kata dia, DBD lagi meningkat. Di mana, dalam satu harinya bisa ditemukan 3 sampai 4 kasus. Bahkan pada pekan lalu ditemukan sebanyak 25 kasus DBD. Jadi, ini sama tingginya seperti pada kasus bulan Februari 2023. Artinya, DBD ini terpola ketika musim hujan, yang tidak hanya ada penyakit batuk pilek dan malaria, melainkan DBD juga menjadi ancaman untuk masyarakat.

Maka, untuk mencegahnya, Dinkes berharap agar masyarakat tetap menetapkan 3 M plus yakni mengubur, menutup dan menguras, serta menggunakan produk penolak nyamuk (repelen) ketika keluar rumah. Juga kata Reynold yang harus diperhatikan adalah pola hidup nyamuk malaria dan DBD yakni nyamuk anopheles yang mengigit pada pagi sampai sore hari dan nyamuk anopheles penyebab malaria mengigit pada sore sampai subuh. “Jadi menjaga gigitan nyamuk dan yang terpenting adalah lingkungan,” ujarnya.

Menjaga diri dan lingkungan agar terbebas dari malaria maupun DBD sebutnya menjadi sangat penting, sebab masyarakat hidup diantara tiga spesies nyamuk yakni anopheles penyebab malaria, nyamuk aedes penyebab DBD dan nyamuk culex karena banyaknya genangan air, sampah plastik, kandang hewan di sekitar pemukiman penduduk.

Dari penyakit malaria maupun DBD ini, Reynold juga mengingatkan jika yang paling beresiko adalah usia anak-anak. Di mana, kasus kematian di Tahun 2019 dan awal Tahun 2023 yang dipikir adalah malaria. Namun ternyata yang dikhawatirkan adalah dengue shock syndrome. Anak-anak demam, dan jika panasnya turun, langsung tiba-tiba pingsan. Dan anak langsung dipastikan akan dirawat di ICU. Ini kata dia adalah pola yang diamati. Karena selain fasilitas kesehatan yang diamati tetapi indikator untuk seberapa banyak anak yang terinfeksi DBD adalah wilayah yang diamati yakni di rumah sakit.

Anak yang mengalami dengue shock syndrome pasti ada di ICU dan memiliki kemungkinan besar untuk meninggal dunia. Maka, selain bayi, balita, anak, ibu hamil dan kelompok lansia adalah usia yang paling beresiko karena mereka adalah kelompok usia yang paling bergantung dengan usia produktif. “Jadi, dengan membersihkan lingkungan, itu menjadi penting,” jelasnya.

Ditambahkan Reynold, selain malaria dan DBD, di musim pancaroba ini, kasus penyakit batuk dan pilek juga meningkat. Ia sangat berharap walaupun kini sudah masuk masa endemis Covid-19, tetapi masyarakat harus tetap mengenakan masker untuk perlindungan diri serta mencuci tangan yang bersih.

Hal ini juga sejalan dengan hasil laboratorium terkait dengan pemeriksaan beberapa spesimen di Timika, covid-19 omikron subvarian SBB itu cukup banyak yang memberikan efek yang cukup lama, batuk dan demam. “Jadi, saya pikir kita harus tetap melindungi diri, mencuci tangan, tetap menjaga jarak di kerumunan dan menggunakan masker,”pungkas Reynold.(*)

Sumber: Pojok Papua Read More

Pos terkait