TIMIKA – Tambang PT Freeport Indonesia menghasilkan limbah berupa pasir sisa tambang atau tailing yang volumenya cukup besar. Mencapai puluhan ribu ton per hari. Untuk meminimalisir dampaknya seperti pendangkalan di wilayah pesisir, maka Pemerintah Kabupaten Mimika melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) menyusun strategi pemanfaatan yang bahkan bisa memberikan manfaat ekonomi bagi daerah dan masyarakat.
Dengan menggandeng Institut Teknologi Bandung (ITB) Bappeda mulai menyusun masterplan pemanfaatan tailing. Dalam penyusunan masterplan, Bappeda juga melibatkan lembaga masyarakat adat dalam hal ini Lemasa dan Lemasko serta tokoh adat yang diundang dalam kegiatan seminar pendahuluan yang digelar Jumat (18/11/2022) di Hotel Horison Ultima Timika.
Pj Sekda Mimika, Dr Petrus Yumte, SH MSi yang hadir membuka kegiatan mengungkapkan total produksi PTFI sebesar 160.000 ton per hari maka total suspended solids yang dihasilkan sebesar 15.000-17.000 mg/L. Itu masih di bawah produksi normal yaitu sebesar 200.000 ton per hari sehingga TSS diperkirakan mencapai 17.000-18.000 mg/L. sehingga diperlukan upaya terintegrasi dalam menangani permasalahan limbah tailing yang dihasilkan PTFI dalam rangka membangun keseimbangan antara pemanfaatan dan upaya pelestarian sumber daya dan lingkungan.
Dari hasil kajian diungkapkan Pj Sekda, tailing memberi peluang besar pengembangan produk yang bisa memberikan nilai ekonomi bagi daerah. Selain itu munculnya berbagai penawaran baik dari perusahaan dalam dan luar negeri dalam memanfaatkan tailing memberi konsekuensi pada perlunya regulasi pemanfaatan tailing.
Produk yang bisa dihasilkan dengan bahan tailing dan bisa memberi nilai finansial seperti paving blok dan mortar. Serta adanya peluang lain yang bahkan berskala industry bisa dikembangkan di Mimika namun perlu adanya sebuah masterplan.
Kepala Bappeda Mimika, Ir Yohana Paliling, MSi mengatakan, dulu, tailing sudah dimanfaatkan sebagai material pembuatan jalan. Tapi Tahun 2015 ada aturan Kementerian Lingkungan Hidup yang tidak mengizinkan penggunaan karena dianggap sebagai limbah B3.
“Sekarang, tailing bukan lagi dikategorikan sebagai limbah B3 tetapi dianggap limbah karena volumenya yang sangat besar. Itu yang membuat kita diizinkan untuk memanfaatkan dan mengelola. Peluang itu yang kita ambil, kita diskusi dengan PTFI dan mereka fasilitasi kita untuk menindaklanjuti masterplan,” ungkap Yohana Paliling.
Masterplan ini diterangkan Yohana akan memuat berbagai aspek baik dari sisi ekonomi, sosial hingga produk yang dihasilkan dari tailing. Pada tahap awal, Pemkab Mimika fokus pada kelembagaan sehingga mengajak lembaga adat agar ke depan, pemanfaatan tailing ini tidak hanya oleh pemerintahan tapi juga melibatkan masyarakat adat.
Volume tailing yang dihasilkan dari produksi Freeport sekitar 20 ribu ton per hari, di luar dari yang dikelola Freeport 100 ribu ton per bulan. “Jadi kalau kita tidak manfaatkan, akan semakin menganggu terutama dikeluhkan masyarakat di pesisir, akan terjadi pendangkalan,” tandasnya.
Dalam masterplan ini akan memuat banyak perencanaan salah satunya kawasan industry yang direncanakan di kawasan Mimika Timur. Namun itu membutuhkan pelepasan area yang tentunya perlu melibatkan masyarakat adat.
Tapi intinya dikatakan Yohana, pemanfaatan tailing ini nantinya akan bermuara pada industri. Ada juga masukan dari masyarakat agar tailing digunakan untuk membangun jalan darat untuk membuka koneksi ke wilayah distrik pesisir di Mimika. Salah satu produk yang menjadi target adalah semen dengan menggunakan bahan baku dari tailing.
“Tailing ini ikutannya banyak. Apa yang lebih gampang kita buat dan memberikan manfaat bagi masyarakat itu dulu. Jadi kita butuh semacam industri sementara. Karena tailing ini kandungan besi juga cukup tinggi, bisa juga untuk kaca. Itu yang mau dihitung karena untuk mengelola industri ini juga kan tidak bisa dikelola oleh pemerintah harus ada investor, pemerintah tidak bisa bangun industri tapi untuk regulasi itu yang kita pikirkan bersama,” jelasnya.
Yohana menyebut, beberapa investor sudah tertarik untuk mengelola tailing. Tapi harus ada Perda yang mengatur termasuk hak-hak masyarakat adat, pemerintah dan PTFI. Sehingga diharapkan dari seminar pendahuluan ini menjadi langkah awal untuk memulai penyusunan masterplan yang nantinya ditetapkan dalam sebuah Peraturan Daerah.(*)
Sumber: Pojok Papua Read More