Wakil Ketua Lemasko: Orang Kamoro Semakin Terancam dan Terpinggirkan di Mimika

Wakil Ketua Lemasko, Marianus Maknaipeku (Dok:salampapua.com)

SALAM PAPUA (TIMIKA) – Masyarakat Kamoro atau Mimika Wee yang mendiami wilayah pesisir Mimika dinilai semakin terpinggirkan dengan perkembangan Kabupaten Mimika saat ini.

Itu dibuktikan dengan wilayah masyarakat Kamoro yang semakin banyak dicaplok Kabupaten lain, seperti Kapiraya dan Potowayburu yang terus diserobot masuk oleh Kabupaten Dogiyai, bahkan di sana Kabupaten Dogiyai telah membangun Kampung dan Distrik di Kapiraya.

Selain Kapiraya dan Potowayburu, area sekitar PT. PAL jalan Trans Nabire juga diklaim oleh Kabupaten Deiyai. Kabupaten Deiyai juga mulai membangun kampung di sekitar area PT. PAL tersebut.

Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Lembaga Adat Masyarakat Kamoro (Lemasko), Marianus Maknaipeku. Menurut dia, fakta ini menjadi ancaman serius bagi masyarakat Kamoro.

“Ini salah satu cara juga untuk menggeser orang Kamoro secara perlahan,” ujarnya kepada Salam Papua, Senin (8/8/2022).

Untuk itu Dia mengatakan, pihak Lemasko meminta agar Pemerintah Kabupaten Mimika tidak tinggal diam.

“Pemerintah harus segera bergerak, bila perlu fasilitasi kami untuk tatap muka dengan mereka. Di dalam kota saja masyarakat Kamoro terus digeser, dan kita minta di pesisir jangan lagi, karena kami tidak mau kehilangan wilayah adat yang akan dinikmati oleh anak cucu berikutnya,” ujarnya.

Lemasko juga meminta kepada pihak Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk jeli melihat hal tersebut secara serius, sehingga hak ulayat setiap masyarakat di Papua tidak diserobot Kabupaten lain.

“MRP tolong jangan duduk diam, sosialisasikan tentang hak-hak adat sehingga tidak ada yang dipinggirkan,” ujar Mantan anggota DPRD Kabupaten Mimika itu.

Selain itu, yang tidak kalah penting adalah pemekaran Papua Tengah dengan Nabire sebagai ibu kota Provinsi, Dirinya mengaku, Lemasko khawatir orang Kamoro akan semakin terpinggirkan.

Ketika Ibu Kota Provinsi Papua Tengah di Mimika, hak politik orang Kamoro mungkin akan diperhatikan, tetapi jika ibu Kota Provinsi Papua Tengah di Nabire maka secara perlahan hak politik masyarakat orang Kamoro akan hilang.

“Kenapa saya bilang begitu, karena secara kultur budaya orang Kamoro paling berbeda dengan Kabupaten lain yang tergabung dalam Papua Tengah. Kami khawatir karena hal inilah yang akan membuat orang Kamoro akan semakin terlupakan dan hak orang politik juga akan dihilangkan. Bandingkan di tingkat Kabupaten saja tidak ada orang Kamoro yang duduk di kursi Legislatif, sementara di Pemerintahan kader orang Kamoro hampir tidak terlihat,” ujar Marianus.

Wartawan: Jefri Manehat

Editor: Jimmy

Sumber: SALAM PAPUA Read More

Pos terkait