Pdt. Andrikus Mofu (kiri) dan Agustinus Anggaibak (kanan) (Foto:salampapua.com/Jefri)
SALAM PAPUA (TIMIKA) – Besok, Kamis (30/6/2022), DPR RI rencananya melalui rapat paripurna akan menetapkan rancangan undang-undang Daerah Otonomi Baru (DOB) untuk 3 Provinsi di Papua.
Dalam hal ini, Ketua Sinode GKI di Tanah Papua, Pdt. Andrikus Mofu mengingatkan Pemerintah Pusat melalui DPR RI untuk bijak dalam mengambil putusan sehingga tidak menimbulkan gesekan yang dapat merugikan masyarakat.
Pdt. Andrikus Mofu saat ditemui di Timika, Rabu (29/6/2022), mengatakan bahwa dalam pemekaran DOB di Papua terdapat pro dan kontra di tengah masyarakat, sehingga ia meminta agar Pemerintah Pusat melihat hal ini secara baik sehingga tidak menimbulkan perpecahan di masyarakat.
“Dalam Pemekaran Daerah Otonomi Baru di Papua kami sangat berharap Pemerintah Pusat bisa melihat dan mengkaji ini secara baik, jangan mengabaikan kemudian terjadi pro dan kontra di tengah masyarakat. Itu kurang bagus,” ujarnya.
Menurutnya, kebijakan Pemerintah Pusat akan berdampak langsung pada kehidupan masyarakat.
Tokoh Gereja di Papua itu juga mengingatkan masyarakat agar selalu mawas diri serta tetap menjaga kebersamaan.
Di samping itu, Agustinus Anggaibak yang mengaku sebagai perwakilan dari tokoh Pemuda di wilayah adat Meepago, yang juga selaku salah satu pejuang Pemekaran Papua Tengah saat ditemui di Timika, Selasa malam (28/6/2022), mengatakan bahwa DPR RI harus mempertimbangkan keputusan terkait ibu Kota Provinsi Papua Tengah secara matang, agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan bersama.
“Salah kebijakan akan berakibat fatal. Salah ambil langkah Bandara dan Freeport kita tutup. Kita akan buka kecuali SK Ibukota Provinsi Papua Tengah di Mimika,” ungkap Agus.
Dia menegaskan, Ibu Kota Provinsi Papua Tengah harus di Mimika, bukan di Nabire. Menurutnya, Mimika paling strategis sebagai Ibukota karena selain memiliki infrastruktur pendukung, Mimika sebagai Ibukota juga telah melalui kajian tim akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
“Belum lagi infrastruktur di Nabire tidak memadai sebagai Ibukota Provinsi, dibandingkan dengan Mimika infrastruktur sudah sangat siap,” tegas Agus.
Kondisi Nabire rawan gempa Bumi sehingga DPR RI perlu mempertimbangkan Nabire sebagai Ibukota Provinsi Papua Tengah.
Ketika Ibukota di Nabire pastinya dana besar akan digelontorkan Negara untuk pembangunan di sana, sedangkan Pemekaran ini untuk kesejahteraan. Kalau Ibukota di Mimika pembangunan infrastruktur sudah siap pastinya tidak banyak anggaran yang digelontorkan.
Dia menambahkan bahwa sebetulnya Nabire merupakan wilayah adat Saireri bukan Meepago.
Mantan Anggota Dewan itu juga mengkritik pernyataan anggota komisi II DPR-RI, Komarudin Watubun yang menyatakan bahwa Nabire paling strategis sebagai Ibukota Provinsi Papua Tengah dikarenakan dominan masyarakat asli Papua ada di Nabire serta akses ke Kabupaten lainnya lebih dekat. Agus mengatakan, pernyataan Komarudin Watubun tidak berdasarkan kajian, sedangkan kajian akademis dari Tim UGM, Mimika layak jadi Ibukota Provinsi Papua Tengah.
“Saya bantah pernyataan itu, justru orang asli Papua ada di Mimika. Di Mimika masyarakat Papua sangat banyak, baik itu dua suku asli Mimika dan suku Papua lainnya ada di Mimika, belum lagi Mimika ini miniaturnya Indonesia di mana masyarakat dari daerah mana saja ada di sini. Jadi Mimika pantas dan layak jadi Ibu Kota. Kita bicara juga berdasarkan hasil kajian tim akademis,” tutupnya.
Wartawan: Jefri Manehat
Editor: Jimmy R