Anggota Komisi B DPRD Mimika, Karel Gwijangge (Foto:salampapua.com/Acik)
SALAM PAPUA (TIMIKA)– Anggota Komisi B DPRD Mimika, Karel Gwijangge menyebutkan bahwa tidak ada niat dari keluarga 4 korban mutilasi warga Nduga untuk balas dendam atas apa yang telah menimpa saudara mereka.
Karel menyampaikan, isu yang selama ini beredar di tengah masyarakat hanyalah upaya provokator untuk memperkeruh masalah.
“Isu itu tidak benar. Itu hanya upaya provokator saja,” ungkapnya di gedung DPRD Mimika, Selasa (6/9/2022), untuk menepis isu provokasi yang berkembang di tengah masyarakat Timika.
Justru sikap seluruh keluarga 4 korban mutilasi di Timika sangat luar biasa dan patut dihargai, karena meski saudara mereka dibunuh dengan keji, tetapi mereka masih mempercayai aparat penegak hukum.
“Ini perlu kita hargai, karena meski saudara mereka dibunuh secara keji, tapi keluarga masih mau percaya kepada pihak penegak hukum dalam prosesnya. Padahal kita tahu semua orang pasti mengutuk kejadian ini,” tuturnya.
Pihak keluarga berharap agar hasil tes DNA cepat diproses untuk dapat memastikan identitas korban. Sehingga pihak keluarga bisa segera memakamkannya dan masalahpun selesai.
Sampai saat ini, empat potongan tubuh yang telah ditemukan masih sebagai mister X, sehingga belum diketahui identitasnya. Padahal secara budaya, jika memang jelas identitasnya, maka masing-masing keluarga pasti mengambil dan memakamkannya. Sebab pihak keluarga tidak mau menguburkan korban dalam status hanya sebagai potongan saja.
“Potongan tubuh yang sudah ditemukan ini sebetulnya belum bisa disebut mayat, karena anggota badan yang ditemukan belum utuh. Yang sudah ditemukan itu tidak ada kepalanya, tidak ada kaki dan tangannya. Makanya sampai saat ini pihak keluarga berharap proses hasil tes DNA dipercepat supaya situasi ini tidak dimanfaatkan orang-orang tertentu yang mempengaruhi emosional mereka. Itu sering mereka sampaikan saat kami melakukan pertemuan. Pihak keluarga juga tidak ingin ada masalah-masalah lagi yang berkaitan dengan kejadian yang ini,” katanya.
Karel juga menjelaskan, hingga saat ini keluarga belum memutuskan proses pemakaman para korban, apakah dilakukan secara kremasi (dibakar) ataupun dimakamkan biasa.
“Saya belum bisa mendahului kemauan keluarga korban untuk persoalan proses pemakaman. Sebetulnya soal mayat dibakar itu bukan hal baru dan menjadi sesuatu yang luar biasa atau dikhususkan. Kremasi itu terjadi sejak jaman dulu. Orang meninggal biasa dikremasi, karena saat itu tidak ada peti, paku, dan fasilitas lainnya yang bisa mengemas mayat untuk dikuburkan. Jadi kremasi itu bukan hal baru untuk suku-suku di pedalaman,” ujarnya.
Dirinya mewakili pihak keluarga menyampaikan terimakasih kepada DPRD Mimika yang telah mengagendakan rapat dengar pendapat (RDP) secara terbuka bersama aparat penegak hukum, dalam hal ini Kepolisian dan TNI melalui Den POM.
Diharapkan proses hukum bagi 10 pelaku mutilasi terus dilakukan dengan jujur dan transparan sampai dijatuhnya hukuman setimpal.
“Keluarga korban sangat bersyukur setelah adanya pernyataan Panglima TNI bahwa semua pelaku yang merupakan prajurit itu akan dipecat dan terancam hukuman berlapis, termasuk hukum mati,” tutupnya.
Wartawan: Acik
Editor: Jimmy
Sumber: SALAM PAPUA Read More