TIMIKA | Sejumlah tokoh Bangsa dan perwakilan organisasi masyarakat sipil meminta semua pihak dapat menahan diri terkait adanya sejumlah peristiwa kekerasan dalam dinamika prosesi pemakaman mantan gubernur Papua, Lukas Enembe.
Sejumlah tokoh bangsa dan organisasi masyarakat sipil pada hari ini, Jumat (29/12/2023), mengeluarkan pernyataan sikap dalam menanggapi perkembangan situasi di Tanah Papua menyusul adanya sejumlah aksi kekerasan dalam proses pemakaman mantan gubernur Papua, Lukas Enembe.
Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid mengatakan, semua pihak harus berupaya menghentikan siklus kekerasan dan menahan diri untuk tidak membiarkan konflik berdarah terus berlanjut di Tanah Papua.
“Kami turut prihatin atas situasi ini dan penderitaan yang ditanggung korban atas insiden kemarin. Jika dibiarkan, maka kekerasan akan terus berulang,” kata Sinta dalam keterangan tertulis.
Sementara Mantan Jaksa Agung RI, Marzuki Darusman, turut menyatakan keprihatinannya atas situasi yang terjadi di Papua. Karena itu, ia meminta kepada semua pihak menghentikan segala bentuk kekerasan.
“Negara harus tetap menilai situasi di Papua saat ini sebagai hal ketertiban dan bukan masalah keamanan. Negara juga harus memecahkan awal duduk perkara sebenarnya,” kata Marzuki.
Bahkan Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pdt. Gomar Gultom, mengecam segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh siapa pun, apalagi terjadi masih dalam suasana Natal 2023.
“Kita masih berada dalam suasana natal yang sangat mengagungkan kedamaian. Karena itu, kami mengecam segala bentuk kekerasan oleh siapa pun, baik oleh aparat keamanan maupun warga, apalagi telah menimbulkan korban jiwa, luka-luka dan kerusakan fasilitas umum,” kata Pdt. Gomar Gultom.
Lebih lanjut, Yuliana Langowuyo selaku Direktur SKPKC Fransiscan Papua menyebut, prosesi pemakaman jenazah Lukas Enembe melalui arak-arakan massa adalah sebuah ekspresi penghormatan masyarakat Papua terhadap salah seorang tokoh pemimpin Papua.
Pihaknya menyerukan agar semua pihak menahan diri dan mencegah situasi semakin memburuk.
“Aparat keamanan harus mengedepankan dialog dan menghindari penggunaan kekuatan yang tidak perlu dan eksesif menanggapi situasi saat ini,” ujarnya.
Sementara Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Alissa Wahid, menyatakan bahwa dinamika Papua saat ini tidak terlepas dari tingginya tingkat ketidakpercayaan berbagai komponen masyarakat di Papua terhadap Pemerintah Pusat.
“Telah banyak kritik terkait pengabaian suara masyarakat Papua dalam berbagai proses pemerintahan dan kebijakan pembangunan di sana, termasuk dalam hal pembentukan daerah otonomi baru maupun pembukaan tambang dan bisnis ekstraktif skala besar,” kata Alissa.
Pemerintah Indonesia, kata tokoh intelektual Franz Magniz-Suseno, terus mengecewakan masyarakat Papua lantaran dinilai tidak serius dalam menangani pelanggaran HAM berat baik ditingkat nasional maupun di Papua secara benar dan adil, sebagaimana yang pernah terjadi di Intan Jaya, Wasior, hingga Wamena.
Sementara Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, turut menyoroti tren kriminalisasi yang terus berlanjut terhadap masyarakat dan pembela HAM Papua yang menggunakan hak-hak mereka untuk mengekspresikan pendapat secara damai.
“Penggunaan pasal makar untuk memberangus kebebasan berbicara, kekerasan oleh aparat keamanan, serta eksekusi di luar hukum, turut menambah daftar kekecewaan orang Papua terhadap Pemerintah Pusat. Negara harus berhenti melakukan aksi represif dalam menanggapi kritik yang disampaikan masyarakat Papua,” kata Usman.
Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah mengingatkan bahwa situasi yang tengah terjadi di Papua saat ini tidak dapat dilihat sebagai insiden konflik yang hanya meletup sekali, terlepas dari berbagai peristiwa yang telah terjadi di Tanah Papua.
“Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk berkomitmen menyelesaikan situasi di Papua saat ini dengan mengedepankan solusi yang bermartabat dan damai bagi masyarakat Papua. Perdamaian di Tanah Papua perlu dihadirkan bersamaan dengan keadilan,” katanya.
Penandatangan pernyataan sikap dilakukanboleh tokoh Bangsa diantaranya Dr. (H.C). Hj. Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Prof. Dr. Franz Magnis Suseno SJ, Drs. Marzuki Darusman, SH, Alissa Wahid selaku Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pdt. Gomar Gultom selaku Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, Prof. Dr. H. Abdul Mu’ti selaku Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, dan Mgr. Siprianus Hormat selaku KKP-PMP Konferensi Waligereja Indonesia.
Kemudian organisasi pendukung seruan yakni Amnesty International Indonesia, SKPKC Fransiskan Papua, Greenpeace Indonesia, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), LBH Papua, KontraS Tanah Papua, Satya Bumi, Public Virtue Research Institute, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Foker LSM Papua, PAHAM Papua, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Elsham) Papua dan SKPKC-OSA Papua.
Artikel ini telah tayang di seputarpapua.com
LINK SUMBER : Seruan Tokoh Bangsa dan Masyarakat Sipil: Hentikan Siklus Kekerasan di Tanah Papua