NAMA Rusli Gunawan, atau akrab disapa Ongko Gun bukan nama asing di telinga masyarakat Timika. Ia adalah seorang pemilik toko bangunan dan kini telah melebarkan usahanya ke perhotelan.
Sosok sederhana, ramah dan bersahaja melekat padanya. Seperti ketika ia menyambut kami di toko bangunan miliknya di Jalan Yos Sudarso pada Kamis (20/1/2023) dengan mengenakan kaos berkerah warna merah bercorak naga dan celana hitam.
Senyumnya yang khas dan tutur kata Ongko Gun menyapa kami dengan lembut. Di sela pembicaran tentang perayaan Imlek yang akan diperingati pada Minggu (22/1/2023) mendatang, ia kemudian mengisahkan awal mula kedatangannya ke Timika hingga menjadi salah satu pengusaha sukses di Timika.
Tahun 1996, merupakan awal kedatangannya di Timika. Kala itu ia ditugaskan untuk mengawasi proyek oleh PT Moderen tempatnya ia bekerja kala itu. Perusahaan itu berbasis di Ambon, daerah asal Rusli Gunawan. Bahkan ia menyelesaikan pendidikannya sampai meraih gelar Sarjana Strata 1 jurusan Pertanian Peternakan.
Sebelum bekerja di PT Moderen, setelah tamat kuliah ia sempat mengajar di Sekolah Pertanian Menengah Atas di Ambon dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS) Golongan IIIa beranjak IIIb. “Jadi saya sempat punya Kartu Pegawai Negeri,” ungkapnya sembari tertawa.
Tapi kemudian ia mengundurkan diri dan memilih bekerja di perusahaan swasta yakni PT Moderen. Ia kemudian ditugaskan di Sorong sekitar Tahun 1990. Selama kurang lebih 5 tahun ia berada di Sorong. Di sana pula ia bertemu wanita yang kini jadi istrinya. Dua anaknya bahkan lahir di Sorong.
Dari Sorong, ia sempat ditugaskan ke Nabire. Itu hanya beberapa bulan. Kebetulan perusahaan tempatnya bekerja mendapat proyek di Timika pada Tahun 1996. Proyek pembangunan Jalan Pelabuhan Pomako.
“Kita yang buka jalan pelabuhan. Kita yang survey, saya dengan Pak Nicky Kuahati, masih di Dinas PU sepertinya masih honor. Jadi saya dengan Nicky, karena itu proyek provinsi. Jadi kita survey sampai buka, dulu masih hutan, di situ tanaman bakau, pengaruh pasang surut air. Jadi kita yang buka, bangun jembatan sampai masuk pelabuhan,” ungkapnya.
Kondisi Timika kala itu masih dalam proses pembangunan, karena masih dalam masa transisi pemekaran dari Kabupaten Fakfak. Transportasi masih sulit. Untuk menuju ke lokasi proyek atau sebaliknya, tak jarang Ongko Gun dan pekerja lainnya harus berjalan kaki puluhan kilometer dengan kondisi jalan yang masih rawa.
Setelah proyek selesai Tahun 2000, Ongko Gun berencana dipindahkan lagi. Tapi kemudian ia memilih mundur dan bertahan di Timika. Memulai kehidupan baru secara mandiri. Inilah awal mula bisnisnya dibangun.
Dengan menyewa sebuah toko di Jalan Yos Sudarso depan Pasar Lama, sekarang jadi Toko Maros. Berada tepat di samping tokonya sekarang ini. Waktu itu toko masih papan. Sejak awal, Ongko Gun mulai berjualan semen. Kemudian dikembangkan dengan bahan bangunan lainnya hingga sebesar sekarang ini.
Bersyukur, bersabar dan berserah. Itu adalah prinsip hidup Ongko Gun. Dari yang belum ada dan sekarang usahanya telah berkembang. Melihat peluang bisnis di Timika, ia mulai mengembangkan bisnis tidak hanya berjualan bahan bangunan. Perkembangan Timika mengarahkannya untuk mengembangkan bisnis property ruko. Ratusan unit ruko dibangun dan dijual.
Tidak sampai di situ, ia bersama seorang pengusaha Tionghoa di Timika memulai bisnis perhotelan. Sekarang Hotel Horison Ultima dengan kepemilikan sahamnya 80 persen. Jadi hotel megah pertama di Timika. Ia juga membangun Hotel Cartenz yang menjadi miliknya sendiri tanpa join dengan pengusaha lainnya. Usaha penjualan ban, rak toko dan sekarang bisnis pencucian mobil dengan skala besar juga telah dibuka.
Dari bisnisnya ini, selain menggerakan ekonomi di Timika tapi juga mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Dari semua unit bisnis yang dijalankan, tidak kurang dari 134 karyawan yang dipekerjakan.
Bagi masyarakat, nama Ongko Gun tidaklah asing. Bahkan ia sering membantu masyarakat bahkan lembaga yang hendak membangun dengan melayani utang. Meski itu berisiko mendatangkan kerugian namun dia mengaku dengan hikmat yang dimilikinya itu tidak membuatnya kekurangan.
“Harus kita syukuri, Tuhan memang sudah dan saya syukuri itu saya bisa berhikmat itu sekalipun ada faktor risiko, karena risiko itu pasti ada. Tapi ingat, saya tidak pernah merasa kekurangan dengan berbuat begitu,” tutupnya.(*)
Sumber: Pojok Papua Read More