Rumah Kopi Amungme Gold, Membawa Kopi Dataran Tinggi Mimika Semakin Naik Kelas

TIMIKA – Trend konsumsi kopi semakin meningkat. Sehingga kopi menjadi komoditas yang sangat potensial dikembangkan. Menyadari hal itu, sejak Tahun 1998, PT Freeport Indonesia mulai membina masyarakat lokal di dataran tinggi seperti Banti, Tsinga, Hoeya, Aroanop dan Jila untuk menanam kopi.

Mulanya hanya dibentuk kebun percontohan. Tapi sejak Tahun 2013, petani mulai mendapatkan manfaat ekonomi langsung setelah PTFI melalui membentuk Koperasi Amungme Gold yang memproduksi Kopi Amungme Gold. Sejak itu, petani semakin tertarik menanam, hingga kini hamparan kebun kopi di dataran tinggi sudah mencapai seluas 200 hektar yang ditanam oleh 154 petani.

Pembinaan dari PTFI bersama Pemda Kabupaten Mimika menggandeng UNIPA dilakukan mulai dari penanaman, panen, pasca panen hingga pemasaran. Metode pemasaran dilakukan dengan cara membuka Rumah Kopi Amungme Gold, yang menampung dan mengolah kopi dari petani.

Rumah Kopi Amungme Gold menandakan kopi Amungme semakin naik kelas. Bagaimana tidak, kopi yang ditanam organik dan dikelola secara tradisional oleh petani asli Papua di dataran tinggi Mimika bisa disajikan lewat sebuah kedai kopi moderen sehingga bisa dinikmati oleh banyak kalangan. Biji kopi yang ditanam di atas ketinggian lebih dari 2000 mdpl bahkan 4000 mdpl ini disajikan dalam beragam varian menu moderen.

Rumah Kopi Amungme Gold sudah dibuka untuk umum setelah dilakukan launching pada Sabtu (30/7/2022). Launching dihadiri Asisten Bidang Administrasi Umum Setda Mimika, Hendritte Tandiyono, Direktur PTFI, Claus Wamafma, Vice President Community Development PTFI, Nathan Kum, Forkopimda dan jajaran manajemen PTFI.

Asisten Bidang Administrasi Umum Setda Mimika, Hendritte Tandiyono mengatakan kopi memiliki nilai ekonomi jangka panjang untuk itu ia mengajak PTFI bersama Pemkab Mimika untuk berkolaborasi dengan pebisnis lokal untuk mempromosikan potensi kopi Papua khususnya Mimika. “Bahwa Mimika tidak hanya kayak dengan mineral seperti emas, tembaga dan sebagainya, akan tetapi juga kopi memiliki kualitas baik dengan rasa yang nikmat dapat menjawab kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

Direktur PTFI, Claus Wamafma mengungkapkan kopi merupakan sebuah pergumulan panjang dalam program pembinaan PTFI. Tapi pergumulan panjang itu telah terlihat. PTFI bahkan mendorong kopi Amungme Gold untuk naik kelas. Tidak hanya bergerak di hulu tapi sampai ke hilir. “Kita rubah naik kelas, idenya buat rumah kopi,” tandasnya.

Claus menegaskan bahwa ini bukan sekadar bangunan, tapi sebagai pesan bagi semua pemangku kepentingan bahwa Papua dan Mimika khususnya punya potensi lain selain emas. PDRB Mimika yang dulunya 95 persen kontribusi PTFI, sekarang sisa 75 persen karena sektor lain mulai tumbuh mendorong ekonomi Mimika.

Vice President Community Development PTFI, Nathan Kum mengatakan meski belum bisa memenuhi kebutuhan pasar di Timika, tapi secara perlahan produksi kopi dari dataran tinggi semakin meningkat. Sekarang sudah mencapai 1,6 ton per tahun. Ditargetkan 4,5 ton per tahun.

Nathan mengungkapkan, PTFI mulai mendorong Koperasi Amungme Gold sebagai koperasi binaan untuk mengembangkan bisnis kopi dengan mengajak berbagai pihak untuk bekerjasama. Mulai dari perhotelan dan perbankan.

PTFI bersama Pemkab Mimika sudah berkolaborasi untuk mendampingi petani mulai dari proses penanaman, panen hingga pasca panen. Beberapa tim dilibatkan. Tim khusus pelatihan untuk mendampingi petani dalam melakukan pemeliharaan tanaman kopi hingga pengupasan.

Kemudian ada tim green bean melibatkan pihak ketiga yang mengumpul dan membeli kopi dari petani dalam keadaan mentah. Namun kopi yang dikumpul dari petani, tidak diharuskan dijual ke Rumah Kopi Amungme Gold tapi bisa juga dijual ke konsumen lain seperti kafe-kafe di Timika. Ada pula tim yang khusus mendampingi untuk bisnis kopi.

Nathan mengungkapkan, masyarakat semakin tertarik menanam kopi karena sudah merasakan manfaat. PTFI melalui tim green bean, mengumul dan membeli kopi dari petani yang dulunya seharga Rp95 ribu sekarang naik Rp100 ribu per kilogram dalam kondisi masih basah.

Meskipun secara bisnis tidak menguntungkan koperasi binaan karena setelah dibawa ke Timika, kopi itu masih diolah lagi hingga bersih dan siap konsumsi yang tentunya beratnya sudah turun dan harganya turun. Tapi untuk membantu masyarakat, maka PTFI melalui koperasi tetap membeli dari masyarakat.

Hanya saja ditambahkan Nathan, sekarang ini ada kendala bagi tim untuk mengumpulkan kopi dari petani yaitu sulitnya transportasi terutama ke Hoeya karena belum ada lapangan terbang. Kemudian kondisi keamanan di wilayah pegunungan.(*)

 

Sumber: Pojok Papua Read More

Pos terkait