‘Kota Dolar’! Begitu sebutan sebuah istilah yang biasa disematkan untuk Kota Timika, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah.
Ditengah hiruk pikuknya ‘Kota Dolar’ ini, ada satu pemandangan yang terjadi pada Rabu (21/9/2022), dimana langit Mimika tampak cerah, seorang wanita tampak linglung di pinggir jalan, wanita itu dikenal bernama Amina, salah satu dari 48 Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) berdasarkan data Dinas Sosial Kabupaten Mimika.
Amina saat itu didatangi sekumpulan relawan yang ingin membantu dengan memandikan dan mengguntingkan rambutnya.
Seperti paham bahwa yang datang adalah orang yang baik, Amina menyambut mereka.
Amina diajak untuk membersihkan tubuhnya. Para relawan itu dengan lihai menggunting rambutnya dan memberikan dia makan.
Sesekali para relawan melontarkan pertanyaan ke Amina, dan ia pun membalas meskipun kata-katanya agak sulit dimengerti.
“Sambil menunggu donasi terkumpul untuk pembangunan rumah singgah, kami coba untuk mendatangi mereka dan membantu juga beri pendekatan ke mereka,” kata salah satu anggota relawan Teras Peduli, Mardiana Waas kepada Seputarpapua.com, Rabu.
Amina dan ODGJ lainnya membutuhkan pertolongan dari orang-orang yang peduli.
Seperti Elan, seorang ODGJ yang jarinya infeksi karena cincin yang sudah dipakai. Bahkan jari Elan tampak hampir putus akibat cincin tersebut.
Elan dengan keadaan seperti itu, tak bisa menjelaskan ke siapapun tentang apa yang ia rasakan. Lewat kasat mata orang yang normal melihat jari Elan, rasanya tak sanggup menahan perihnya.
“Seperti dia (Elan) tidak merasakan sakitnya, itulah kuasa Tuhan, tidak memberinya rasa sakit meski bengkak,” kata Mardiana yang bersama relawan, Dinsos, Dinkes dan Kepolisian membantu Elan mengatasi luka di jarinya.
Di Timika beberapa waktu lalu juga masyarakat diresahkan oleh ulah ODGJ.
Misalnya pada Jumat siang (26/8/2022), sekitar pukul 14.30 WIT, warga bernama Sius menjadi korban ulah seorang perempuan yang diketahui mengalami gangguan jiwa, di Jalan Yos Sudarso, depan Pasar Lama. Kaca mobil pecah akibat dilempar ODGJ tersebut.
“Orang-orang disitu bilang, itu orang gila. Dia marah atau bagaimana, saya tidak tahu. Tiba-tiba naik median jalan baru lempar mobil saya,” kata Sius.
Masalah ODGJ hingga kini masih belum terpecahkan. Siapa saja yang bertanggung jawab dengan situasi ini? Baik Amina, Elan dan ODGJ lainnya tentu butuh perhatian.
Kata Dinas Sosial
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Mimika, Marthen Malisa memberikan penjelasan terkait penanganan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
Kata dia, pihaknya sudah membuat beberapa kegiatan untuk penanganan ODGJ, yakni mendatangkan dokter dari Rumah Sakit Jiwa Abepura untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan.
Mengenai penanganan lebih lanjut, menurut Marthen ODGJ adalah tanggung jawab semua stakeholder, baik yang ada di tubuh pemerintahan, swasta maupun didalam keluarga sendiri.
“Memang kami sudah konsultasi dengan Dinkes kan perlu diperiksa ODGJ ini, apakah perlu kita rujuk atau seperti apa, jadi screening dulu, tentu kan ada tahapan-tahapannya apakah dia tahap ringan, sedang dan berat,” kata Marthen.
Menurutnya, kalau gejala yang dialami ODGJ kategori berat, maka perlu dilakukan rujukan di Rumah Sakit Jiwa Abepura, Kota Jayapura.
Hal ini dikarenakan di Mimika tidak ada tempat untuk rumah singgah atau tempat rehabilitasi dan rumah sakit jiwa.
“Memang tahun-tahun sebelumnya sudah dilakukan juga dengan YPMAK dengan mengirim ke Jayapura. Kita (Dinsos) juga sementara mendata ODGJ dan itu merupakan tanggungjawab kami sebagai Dinas Sosial. Untuk medisnya adalah tanggung jawab kesehatan, makanya perlu kerjasama,” ujarnya.
Selain dengan pihak Dinkes, kerjasama juga perlu dilakukan termasuk dengan keluarga dari orang yang mengalami gangguan kejiwaan.
Dijelaskan, ODGJ sesuai dengan data Dinsos berjumlah 48 orang, namun yang terlayani hanya 35 itu karena ketidaksiapan keluarga untuk membantu pihak Dinsos dalam pemberian obat.
“Tentu saja tidak serta merta kita berikan obat itu ke orang yang bersangkutan karena kan ada aturan-aturannya, kemudian kami kan tidak berani ambil tindakan seperti itu. Tindakan medis ini kan tidak sembarangan, kalau tidak dibantu komunikasi oleh keluarga kan tidak nyambung juga, sehingga peran keluarga ini sangat penting sekali,” pungkasnya.
Kata Dinas Kesehatan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika, Reynold Ubra menjelaskan pihaknya juga sudah mengadakan rapat bersama dengan YPMAK dan Dinsos untuk membicarakan soal ODGJ.
Pihak Dinkes menunggu koordinasi rapat selanjutnya yang merupakan hak dari Dinsos mengumpulkan setiap stakeholder yang bertanggungjawab dalam penanganan ODGJ.
“Salah satu isu selain kepesertaan peserta jaminan kesehatan daerah dan YPMAK, kami juga bicara terkait ODGJ,” kata Reynold kepada Seputarpapua.com.
Reynold menjelaskan, dari sisi sektor kesehatan pelayanan terhadap ODGJ, adalah pelayanan terkait kesehatan dasar.
“Jadi secara berjenjang dari Dinsos itu menghubungkan ODGJ ke puskesmas, nanti puskesmas akan melakukan langkah-langkah sampai kalau memang harus dirujuk ke rumah sakit, itu difasilitasi oleh teman-teman dari Dinsos,” ungkapnya.
Reynold mengatakan, di Dinkes ada bidang untuk penanganan ODGJ, yakni masuk di PTM atau Penyakit Tidak Menular, namun beriringan dengan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan.
Dimana kata Rey, puskesmas akan melakukan sceening terkait dengan kondisi fisik, namun untuk kondisi mental, maka harus dirujuk ke rumah sakit jiwa di Jayapura.
“Sampai tahun lalu itu kami membiayai 5 orang untuk dirujuk ke RSJ meskipun itu bukan menjadi tugas dan fungsinya kami, sehingga kalau kami melihat hal-hal yang menyangkut kesehatan fisiknya, tapi kesehatan mentalnya karena di Timika tidak ada dokter spesialis kejiwaan, maka itu harus dirujuk,” pungkasnya.
Pendapat Dokter Ahli Kejiwaan Soal ODGJ di Timika
Dokter ahli kejiwaan yang juga Kabid Pelayanan Medik (Yanmed) Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Abepura, Provinsi Papua dr. Izak Yesaya samay, MKes, SpKJ mengatakan, penanganan ODGJ merupakan tanggung jawab semua manusia.
Artikel ini telah tayang di seputarpapua.com
LINK SUMBER : Persoalan ODGJ di ‘Kota Dolar’ yang Belum Usai