TIMIKA | Para tokoh gereja KINGMI bersama masyarakat dan mahasiswa Papua di Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Sabtu (10/12/2022), memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia di halaman Gereja KINGMI Jemaat Parousia, Timika Indah.
Peringatan Hari HAM Sedunia ini dikemas dalam kegiatan ibadah bersama sekaligus membacakan doa rekonsiliasi, pemotongan kue Hari HAM Sedunia, Natal HAM dengan penyalaan lilin Natal, lilin perdamaian, lilin keselamatan, maupun lilin keadilan untuk sesama manusia, hingga pembacaan surat gembala atas keprihatinan tentang pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua.
Tidak hanya itu, Pendeta Deserius Adii selaku Penanggung Jawab Kegiatan Hari HAM Sedunia ke 74 di Kabupaten Mimika, menyampaikan pandangan secara teologis tentang HAM maupun pandangan secara umum tentang HAM.
Selain itu dibacakan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III), yang didalamnya memproklamasikan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia sebagai suatu standar umum untuk keberhasilan bagi semua bangsa dan keberhasilan semua negara.
Tujuannya, mengajarkan dan memberikan pendidikan guna menggalakkan penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang sudah dituangkan dalam mukadimah Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia dan terdapat 30 pasal didalamnya.
Pendeta Deserius Adii yang diwawancara awak media mengatakan, peringatan Hari HAM Sedunia ke 74 tahun 2022 ini bertujuan bagaimana melawan segala bentuk kekerasan atasnama apapun. Hal ini sesuai dengan tema yang diangkat, yaitu, ‘Melawan Kekerasan Herodes dan Hidup Berdamai dengan Semua Orang’.
“Itu kita harus lawan. Mulai berangkat kekerasan dalam keluarga, marga dengan marga, suku dengan suku, beda ideologi dan lain sebagainya. Semua kekerasan ini kita harus lawan, kita menjunjung tinggi hak-hak hidup sebagai manusia. Itu tujuan kami,” katanya.
Begitu juga dengan isu-isu yang terjadi di Papua yang menurutnya sedang dikeruhkan dengan bebagai macam isu yang menganggu kehidupan manusia dan bertujuan menciptakan terjadinya kekerasan.
Mahasiswa peserta kegiatan peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia tahun 2022 di Kabupaten Mimika, Papua Tengah, menyerukan perlawanan terhadap segala bentuk kekerasan yang terjadi di Tanah Papua oleh pihak manapun, termasuk negara. (Foto: Saldi/Seputarpapua)
Sementara itu terkait kasus pembunuhan disertai mutilasi terhadap empat warga asli Papua di Kabupaten Mimika, Ia meminta agar proses peradilan yang akan dijalani para tersangka tidak mendapat intervensi dari pihak manapun.
Ia memberi contoh seperti penanganan kasus pelanggaran HAM berat atau yang dikenal dengan kasus Paniai berdarah. Disitu sudah ada pelakunya, tetapi vonis yang dijatuhkan pengadilan baru-baru ini sangat mengecewakan, terdakwa divonis bebas.
“Orang yang sudah melakukan kejahatan belum ditindak secara adil, orang Papua menganggap kita mau mendorong hukum pun sama saja,” ujarnya.
“Itulah perasaan ketidaksenangan orang Papua dalam hal penegakan-penegakan hukum ini. Itu tetap akan tertanam dalam hati orang Papua,” imbuhnya.
Padahal dalam kasus atau peristiwa Paniai berdarah itu, terbukti ada delapan warga asli Papua yang terbunuh. Yangmana kejadian itu dinilai sistematis dan terorganisir.
“Ada perintah komandonya, orangnya sudah ada, tetapi vonisnya itu vonis bebas. Aduh, ini bagaimana? Itu pikiran orang Papua. Itulah sebabnya kalau kita sebagai warga negara yang baik, kita harus tegakan hukum yang benar, tidak boleh hukum itu tumpul ke atas tajam ke bawah,” ujarnya.
Perwakilan dari mahasiswa Papua turut menyampaikan sejumlah hal dalam peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia tahun 2022 ini. Mereka menyampaikan bahwa, mulai dari tahun 1961 hingga 2022 ini, pelanggaranHAM terus terjadi di Tanah Papua seiring berjalannya operasi-operasi yang dilakukan oleh negara melalui pihak militer Indonesia, dan itu diduga terjadi secara masif dan dengan maksud tertentu secara terus menerus.
“Kalau kita melihat, hal itu seperti tidak direncanakan. Tetapi jika kita jeli melihat setiap pelanggaran (kekerasan) yang terjadi di Tanah Papua, kita akan tahu apa tujuan utama dari pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi dengan tindakan militeristik yang terjadi di tanah Papua ini,” kata OK, salah satu perwakilan mahasiswa yang ikut dalam kegiatan peringatan Hari HAM Sedunia tahun 2022 di Kabupaten Mimika.
Bahkan, pembungkaman ruang demokrasi juga terjadi di Kabupaten Mimika. Seharusnya, menurut dia, peringatan Hari HAM Sedunia dapat dilakukan di tempat terbuka, seperti di jalan untuk menyampaikan seruan-seruan maupun kampanye terkait hak asasi manusia secara luas ke publik. Namun pada faktanya, itu hanya boleh dilakukan dihalaman gereja.
“Ini menjadi prihatin kita bersama sebagai manusia. Seperti yang disampaikan bapak pendeta, jangan hanya punya agama tapi harus punya Tuhan juga. Karena dengan punya Tuhan kita bisa menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,” ujarnya.
“Kami mau negara membuka ruang demokrasi sebesar-besarnya untuk kami orang Papua, untuk menyampaikan pendapat dimuka umum,” pungkasnya.
Pelaksanaan kegiatan peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia ini, dikawal ketat aparat keamanan TNI-Polri yang sejak pagi terlebih dahulu melakukan apel gabungan di halaman gedung Eme Neme Yauware.
Pengamanan dilakukan pada beberapa titik lokasi di kota Timika, terutama di jalan Belibis, area Timika Indah.
Selain mengamankan kegiatan ini, aparat juga mengamankan euforia masyarakat atas perhelatan piala dunia, yangmana para pendukung negara-negara peserta piala dunia kerap melakukan konvoi dijalan raya dan menganggu aktivitas lalulintas masyarakat lainnya. Sedikitnya 310 personel gabungan yang dikerjakan dalam pengamanan.
Artikel ini telah tayang di seputarpapua.com
LINK SUMBER : Peringati Hari HAM Sedunia di Mimika Serukan Lawan Segala Bentuk Kekerasan di Papua