Panggilan KPK dan Izin Gubernur Enembe Berobat ke Luar Negeri Jadi Polemik

TIMIKA | Surat panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Lukas Enembe untuk diperiksa sebagai tersangka, jadi polemik dengan keluarnya izin Gubernur Papua itu berobat ke luar negeri.

Gubernur Enembe sebetulnya telah mendapat persetujuan melalui surat Mendagri Nomor: 875/147. e/SJ perihal Persetujuan Izin ke Luar Negeri dengan Alasan Penting tertanggal 9 September 2022.

“Ini surat Mendagri, bapak Lukas itu dikasih kesempatan berobat mulai hari ini tanggal 12 sampai tanggal 26 September 2022,” kata Kuasa Hukum Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening, di Jayapura, Senin (12/9/2022).

Di waktu yang sama, Gubernur Enembe dipanggil KPK untuk dimintai keterangan sebagai tersangka kasus dugaan suap atau penerimaan hadiah oleh penyelenggara negara.

Roy mengatakan, permohonan izin berobat sudah diajukan sejak lama. Pada Minggu (11/9/2022) malam bahkan sudah ada persiapan keberangkatan Enembe untuk berobat.

“Tadi malam itu semua sudah siap untuk berangkat. Tapi pertimbangan hukum kami mengatakan, bapak jangan dulu. Kenapa, karena ini masih ada terkait dengan penetapan tersangka,” ungkap Roy.

Tim Kuasa Hukum, lanjut Roy, memberi masukan kepada Gubernur Enembe agar menunda keberangkatan demi menjaga anggapan seolah-olah akan melarikan diri ke luar negeri.

“Kami kasih pandangan ke pak gubernur bahwa jangan sampai mereka melakukan lagi framing bahwa bapak melarikan diri,” ujarnya.

Di samping itu, perjalanan Gubernur Enembe untuk berobat dengan status sebagai tersangka KPK dikhawatirkan bakal diwarnai pencekalan di bandara keberangkatan.

“Jadi bapak tahan dulu, kita koordinasi dulu. Jangan sampai bapak di sana (Jakarta), lalu tidak bisa ke luar negeri (tapi) langsung dialihkan kemana-mana. Tidak ada kepastian hukum di sini,” kata Roy.

Tim Kuasa Hukum, sebut Roy, akhirnya berhasil meyakinkan Gubernur Enembe menunda keberangkatan, meski kondisi kesehatan orang nomor satu di Papua itu disebut benar-benar mengkhawatirkan.

“Kita tidak mau pak gubernur ada gangguan di tengah jalan. Seolah-olah bahwa bapak melarikan diri dan akhirnya bapak harus disandera di Airport, sementara bapak dalam kondisi tidak bisa jalan sekarang,” kata Roy.

Kendati begitu, Kuasa Hukum Enembe masih sedang berupaya agar kliennya bisa segera mendapat akses untuk pengobatan ke rumah sakit yang ditunjuk Pemprov Papua.

“Kami akan kordinasi dulu bagaimana agar supaya bapak Lukas bisa berobat. Karena kita tidak mau nanti bapak semakin drop, itu dampaknya terhadap rakyat Papua akan semakin bahaya,” sebut Roy.

Roy mewanti-wanti jika sampai Gubernur Enembe tidak mendapat izin kemudian kondisi kesehatannya semakin memburuk, sangat dikhawatirkan menimbulkan gejolak keamanan buntut kekesalan rakyat Papua.

“Kalau bapak sakit, resikonya tahu sendiri. Saya tidak sedang mengancam, tapi saya melihat realitas sosial di Tanah Papua. Lukas Enembe adalah gubernurnya rakyat Papua,” ucap dia.

Klaim Aroma Politik

Roy mempersoalkan penetapan Enembe sebagai tersangka, sementara belum ada klarifikasi atas dugaan telah menerima gratifikasi atau hadiah dari pihak tertentu.

Menurut dia, Papua tetap tidak bisa dipandang dari kacamata penegakan hukum positif. Upaya hukum terhadap Enembe dilihatnya sebagai sebuah konspirasi yang sudah terjadi berkali-kali.

Gubernur Enembe, sebut Roy, sudah menjadi target “buruan” termasuk ketika KPK gagal melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Hotel Borobudur pada Februari 2019 lalu.

“Sehingga kenapa rakyat mengambil kesimpulan bahwa sedang terjadi kriminalisasi kepada Lukas Enembe, itu juga karena kelakuan Jakarta bagaimana melakukan penekanan secara politik kepada gubernur Papua. Kita tidak melihat ini sebagai penyidikan murni, pidana murni, kami melihat ada unsur politik,” ucapnya.

Dalam kasus ini, demikian Roy, Gubernur Enembe bahkan belum melakukan konfrontir atas tuduhan menerima gratifikasi hingga dipaksakan menjadi tersangka.

“Harusnya ditanya dulu pak gubernur dong. Transfer ke rekening tidak semua melawan hukum, yang melawan hukum kalau uang itu berasal dari kejahatan,” kata Roy.

Roy berpandangan, pendekatan penegakan hukum di Papua mestinya berbeda dengan penegakan hukum di daerah lain. Papua, sebutnya, sangat erat dengan kebersamaan sehingga pemimpin daerah tidak hanya bertindak sebagai pejabat, tetapi juga sebagai orang tua.

“Karena di sini budaya kebersamaan sangat tinggi. Di kota-kota besar itu individualisme, di sini pemimpin harus kasih makan rakyat. Itu yang kita harus ingatkan. Jangan karena kepentingan politik, kemudian melakukan kriminalisasi terhadap gubernur Lukas Enembe,” paparnya.

 

Artikel ini telah tayang di seputarpapua.com
LINK SUMBER : Panggilan KPK dan Izin Gubernur Enembe Berobat ke Luar Negeri Jadi Polemik

Pos terkait