Obat Malaria ‘Biru’ Terbatas, Warga Diminta Konsumsi Primaquine dan Kina

TIMIKA – Stok obat malaria jenis DHP atau lazim disebut obat biru di Mimika masih terbatas. Sementara kasus meningkat. Kepala Dinas Kesehatan Mimika, Reynold Ubra yang ditemui Senin (22/8/2022) mengatakan masih ada obat malaria lainnya yang bisa dikonsumsi untuk pengobatan yakni Primaquine dan Kina.

Saat ini diungkapkan Reynold, keterbatasan stok obat DHP masih terjadi. Tidak hanya di Timika tapi secara nasional. Catatan Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK) pada 19 Agustus 2022 lalu, stok obat DHP atau obat biru hanya 2.700 tablet.

Dengan keterbatasan ini maka warga yang berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium bisa mengkonsumsi Primaquine dan Kina sesuai dengan resep yang dibuat oleh dokter. “Kalau sudah diresepkan patuhi anjuran dari dokter. Dua obat ini masih efektif dan berkhasiat mengobati malaria,” ujar Reynold.

Reynold mengatakan, sebelum adanya obat biru pada Tahun 2005 atau 2006, masyarakat yang terserang malaria masih menggunakan Kina. Dan obat ini masih bisa dikonsumsi hingga saat ini sesuai dengan resep dokter.

Selain memberikan obat alternatif, Dinkes Mimika juga perketat penyaluran obat DHP. Saat ini, setiap obat harus diberikan berdasarkan resep. Hal itu dilakukan untuk menghindari adanya penyelewengan dari oknum tertentu yang ingin mengambil keuntungan dengan memperjual-belikan obat malaria yang notabene gratis dari pemerintah.

Sementara klinik swasta, yang melakukan pengadaan obat DHP secara mandiri juga mengalami keterbatasan stok. Untuk menjaga kewajaran harga obat malaria, maka Dinkes Mimika sedang menyusun draf Peraturan Bupati yang mengatur harga eceran tertinggi (HET) obat malaria. “Kami akan usulkan ke Bupati untuk tetapkan harga eceran tertinggi supaya klinik swasta termasuk pemeriksaan malaria sesuai dengan tarif yang ditetapkan pemerintah,” katanya.

Kasus malaria di Mimika diungkapkan Reynold mengalami peningkatan. Tahun 2021 berjumlah 85.726 kasus atau rata-rata 7.144 kasus per bulan atau sama dengan 238 kasus per hari sedangkan mulai bulan Januari hingga Mei 2022 jumlah kasus malaria sebanyak 52.838 kasus atau rata-rata 10.568 kasus per bulan atau 352 kasus per hari.

Data kasus malaria yang ditemukan dalam dua tahun terakhir menurut Reynold, menunjukan terjadi peningkatan sehingga berpengaruh terhadap kebutuhan akan obat biru. Perhitungannya, diasumsikan seorang penderita malaria dengan berat badan antara 60-80 kg dan berusia diatas 15 tahun maka jumlah obat biru yang diberikan adalah 4 tablet per hari sekali minum selama 3 hari sehingga dibutuhkan 12 tablet per orang.

Jika pada tahun 2021 rata-rata 238 kasus malaria per hari atau rata-rata per orang membutuhkan 12 tablet malaria maka dalam satu hari  kebutuhan obat malaria sebanyak  2.858 tablet per hari atau sama dengan 85.726 tablet per bulan. Sedangkan untuk kebutuhan obat biru tahun 2022 dengan jumlah kasus 352 kasus per hari maka jika rata-rata kebutuhan per orang adalah 12 tablet maka dalam sehari kebutuhan obat biru sebanyak 4.227 tablet per hari atau sama dengan 126.811 tablet per bulan.

Sesuai data Instalasi Farmasi dinas kesehatan kabupaten mimika rata-rata kebutuhan obat biru selama tahun 2021 sebanyak 99.441 tablet per bulan atau 1.193.373 tablet per tahun maka data kebutuhan ini dapat dijadikan sebagai data dasar kebutuhan obat tahun 2022 dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan apabila terjadi peningkatan kasus.

Sejak bulan  Januari sampai Agustus tahun 2022 jumlah obat biru yang diterima oleh Dinkes Mimika dari Dinkes Provinsi Papua sebanyak 431.658 tablet atau rata-rata 61.665 tablet per bulan padahal kebutuhannya adalah 126.811 tablet per bulan. Maka kebutuhan obat biru yang tidak terpenuhi adalah 65.146 tablet per bulan atau 48,63 persen.

Pada tanggal 1 Agustus 2022 jumlah obat “biru” yang dikirimkan Dinas Kesehatan Provinsi Papua ke Kabupaten mimika sebanyak 58.500 tablet dan pada tanggal 19 Agustus 2022 tersisa 2.700 tablet. Dinas kesehatan telah mendistribusikan obat biru ini ke fasilitas kesehatan milik pemerintah, TNI/Polri maupun faskes swasta yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.(*)

 

Sumber: Pojok Papua Read More

Pos terkait