ARAK-Ribuan masyarakat Mimika Wee bersama Anak Cucu Perintis (ACP) mengarak dan mengantar salib diiringai tabuhan Tifa, ke Pelabuhan Atapo Kokonao, Distrik Mimika Barat, Sabtu (23/4). FOTO: ASTRI/TimeX
TIMIKA, TimeX
Gereja Katolik Keuskupan Timika, melakukan misa Rekonsiliasi yang dikhususkan untuk Suku Mimika Wee dan Anak Cucu Perintis (ACP) di Kokonao, Minggu (24/4).
Baca juga : Panti Asuhan Babul Jannah Buka Puasa Bersama Anak Yatim-Kaum Dhuafa
Sebagai simbol permintaan maaf dan berdamai dengan Allah, serta membuat sebuah salib raksasa dengan ukiran khas suku Kamoro berdiri di pinggir dermaga Atapo menghadap muara Kokonao.
Acara sakral itu dihadiri Wakil Bupati Mimika, Johannes Rettob, Ketua Lemasko, Gerry Okoware, Ketua Aliansi Pemuda Kamoro DR Leonard Tumuka, Ketua ACP Petrus Yanwarin, serta ribuan ribuan masyarakat Mimika Wee dari 84 kampung mulai dari Nakai hingga Potowayburu.
Rekonsiliasi diawali dengan pemasangan api di dua tungku oleh masyarakat Kiyura, kemudian diberkati Pastor Administrator Diosesan Keuskupan Timika, Pastor Marthen Kuayo Pr sekaligus memberkati salib Yesus.
Setelahnya, seorang kepala suku mulai memanggil semua arwah leluhur termasuk semua yang dibawa keluar dari Mimika, dan membahasakan secara adat bahwa upacara pembakaran dosa dan semua kesalahan masa lalu akan dimulai. Saat kepala suku memanggil leluhur, diiringi dengan nyanyian ratapan atau penyesalan dari masyarakat.
Dua tungku tersebut dipisahkan, tungku yang sebelah kiri untuk para warga kombas, warga kampung, warga suku Mimika, petuah adat, perwakilan pemerintah, yayasan dan anak cucu perintis (ACP) membakar daftar kesalahan dan kelalaian yang dibuat dimasa lampau yang sudah ditulis di dalam kertas.
Sebaliknya tungku sebelah kiri untuk membakar harapan-harapan dan niat masyarakat kedepan usai rekonsiliasi.
Usai membakar penyesalan dan harapan mereka, selanjutnya masuk dalam upacara pelepasan, dimana semua kepala suku mengambil abu hasil pembakaran dosa dan kesalahan dan menempatkan di wadah yang sudah disediakan.
Secara adat para kepala suku perwakilan kampung membawa abu itu ke sungai dengan iringan tifa dan tarian juga bahasa adat, lalu membuang semua abu penyesalan agar terbawa hanyut oleh air sungai yang mengalir.
Sesudah itu semua, kepala suku kembali ke tempat pembakaran dan mengambil abu hasil pembakaran kebaikan dan niat, ditempatkan di wadah yang sudah disediakan, membahasakan secara adat dan diserahkan kepada Pater Marthen
untuk selanjutnya akan diberkati bersama dengan air.
Air dan hasil pembakaran niat kemudian dicampur dengan Garam yang sudah diberkati akan diusapkan kepada seluruh umat yang hadir.
Pastor Marthen Kuayo mengungkapkan rekonsiliasi adalah buah pikiran, program atau rancangan dari Almarhum Uskup Johannes Philipus Saklil Pr pada tahun 2016 yang mencetus satu gerakan yaitu tungku api kehidupan.
“Bagi orang Papua tungku api itu simbol kehidupan ‘ada asap dan api ada hidup’. Maka itu Almarhum mengambil gerakan tungku api,” kata Pastor.
Salah satu cara menggerakkan tungku api pencanangan tersebut adalah rekonsiliasi atau memulihkan hubungan dengan Tuhan dan sesama.
“Kita pulihkan berarti ada sesuatu yang terhalang, putus maka kita pulihkan untuk lebih baik lagi. Rekonsiliasi ini mau memulihkan hubungan yang putus, hancur, rusak, antara kita Mimika wee dengan Tuhan Allah,” ungkapnya.
Momen tersebut kata Pastor, juga akan digunakan untuk saling mengampuni sesama yang lain.
“Atas nama gereja katolik, saya mau memohon maaf jika para pastor, suster, biarawan, biarawati, bruder, dewan, dan semua pelayan umat yang pernah bertugas saya sampaikan mohon maaf jika pernah membuat hari masyarakat Mimika Wee terluka,” katanya. Juga atas nama suku Mimika Wee dan ACP yang telah melakukan kesalahan dimasa lalu, ia menyampaikan permohonan maaf.
Pastor Marthen Kuayo bersama dengan 8 pastor SCJ bersama memimpin perayaan yang sakral tersebut.
Ketua Panitia Dominikus Mitoro mengatakan saat ini Tuhan Yesus sudah bersihkan semua beban dosa.
“Dengan rekonsiliasi ini kita berharap agar kedepan generasi muda memiliki masa depan yang lebih cerah.
Lalu Ketua Paguyuban Anak Cucu Perintis (ACP), Petrus Yanwarin mengungkapkan dengan jasa para petua dahulu yang masuk ke Mimika untuk mengabdi, mereka pun ingin memajukan Mimika.
“Hidupku untukmu Mimika Papua dan matiku untuk dia yang mengutus aku. Masyarakat Mimika harus menjadi tuan diatas negeri sendiri,” ungkapnya.
Sementara itu, Johannes Rettob Wakil Bupati, yang hadir dalam acara itu memberikan apresiasi kepada Almarhum Uskup John Philip Saklil dalam gerakan tungku Api kehidupan salah satunya hingga terjadi rekonsiliasi.
“Saya juga hadir sebagai anak Mimika Wee. Saya minta maaf atas nama pemerintah atas kurangnya perhatian kepada anak anak Mimika Wee. Kita akan buat dan mulai perhatikan orang Mimika Wee kita harus perhatikan daerah ini. Momen ini sebagai momen kebangkitan kita dan masyarakat harus memberikan dukungan,” katanya.
Ia pun mengingatkan masyarakat seperti yang selalu digaungkan oleh Almarhum Uskup John Philip Saklil ‘Jangan menjual tanah, lebih baik mengolah tanah supaya menjadi penghasilan untuk mereka. (a42)
The post Misa Rekonsiliasi dan Penanaman Salib, Lambang Pembebasan Masyarakat Mimika Wee appeared first on Timika Express.