TIMIKA | Mantan Kepala Dinas Perhubungan yang kini menjabat Wakil Bupati Mimika, Johannes Rettob akhirnya menjelaskan seputar polemik pengadaan pesawat cesna dan helikopter milik Pemda Mimika yang dioperasikan PT Asian One Air.
Kepada awak media, Jumat (5/8/2022), Wabup mengatakan selama ini dirinya memilih diam karena tidak menginginkan persoalan pesawat dan helikopter menjadi polemik ditengah masyarakat.
Ia mengatakan, sejak tahun 2017 sampai 2018, dirinya bersama dengan pejabat lain termasuk pihak PT Asian One Air telah berulang kali diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, dan ia juga sudah memberikan penjelasan sesuai dengan aturan dan bukti termasuk keuangan.
Pada Tahun 2020 dan 2021, kata Wabup, kasus ini (pesawat dan helikopter) dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi dan Polda Papua, saat Kadishub dijabat oleh Jania Basir dengan dalih ‘Laporan Masyarakat.’
“Merasa belum puas, tahun ini dilaporkan kembali ke Kejaksaan Negeri, BPKP dan DPRD. Ini ada apa?,” ujar Wabup.
Ada beberapa tudingan yang menurut Wabup tidak benar terkait dengan pengadaan, pemasukan, perijinan dan operasional dua angkutan udara tersebut.
Tudingan pertama adalah pesawat dan helikopter adalah bekas. Wabup menegaskan, pesawat terbang Cessna Grand Caravan dibeli dari pabrik pembuatnya yang dapat dibuktikan dengan kontrak pembelian antara Pemerintah Kabupaten Mimika dengan Pabrik Cessna di Wichita-USA tahun 2015.
Sementara helikopter dibeli langsung dari pabrik Airbus Prancis yang dirakit di pabrik Airbus Helikopter Malaysia tahun 2015.
Wabup mengatakan, untuk membuktikan pesawat atau helikopter baru atau tidak dapat dilihat dari nomor seri pesawat atau helikopter tersebut dari pabrik pembuat. Untuk pesawat cessna nomor seri 5238 tahun 2015, sedangkan helikopter nomor seri 8150 tahun 2015.
“Bisa dicek langsung ke pabrik, supaya kita jangan jadi tertawaan orang luar, pabrik akan menjawab siapa pemiliknya” ungkapnya.
Berikut, pesawat baru atau bekas, dapat dilihat pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB) pada saat impor pertama masuk ke Indonesia.
“Bisa dilihat di PIB tahun 2015 itu pesawat dan helikopter milik Pemda Mimika tertulis BARU. Tapi kalau lihat PIB tahun berikut yah pasti tertulis BEKAS karena yang baru itu hanya PIB saat impor pertama,” ujarnya.
Selanjutnya untuk pembuktian pesawat baru dapat dilihat pada dokumen asuransi awal.
“Semua pesawat itu dalam kondisi baru. Bupati dan beberapa pejabat melihat langsung. Jadi kalau Kadis Perhubungan sekarang bilang itu bekas berarti dia ragukan bupati. Bahkan bupati lihat proses perakitan di Malaysia,” ungkapnya.
Tudingan kedua adalah bahwa helikopter tersebut bersifat leasing to purchase (kredit) atau leasing dari pemilik pesawat luar negeri atau nama orang asing.
Wabup mengatakan, sebenarnya kepemilikan pesawat ataupun helikopter itu dapat dibuktikan dengan Bill of Sale yang diterbitkan oleh pabrik pembuatnya kepada pembeli atau pemilik. Dalam Bill of Sale tertulis Governmenth Mimika of Regency.
“Kalau beli mobil itu BPKB. Jadi helicopter itu tidak dileasing tapi betul-betul milik Pemerintah Kabupaten Mimika,” kata Wabup.
“Sesudah didaftarkan di Indonesia, diterbitkan sertifikat pendaftaran oleh Kementerian Perhubungan. Dalam sertifikat Pendaftaran tertulis pemiliknya adalah Pemerintah Kabupaten Mimika, kalau mobil semacam STNK,” lanjutnya.
Wabup menegaskan, pesawat Cessna didaftarkan atas nama Pemerintah Kabupaten Mimika menggunakan registrasi Indonesia pemegang ijin operator penerbangan dalam hal ini menggunakan PT Asian One Air yang sudah kontrak kerjasama dengan Pemda. Nomor registrasi pesawat Pk-LTV dan helikopter PK-LTA.
Mengapa tercatat di Bea Cukai atas nama PT Asian One Air? Wabup menjelaskan karena PT Asian One Air yang melakukan impor barang.
“Ingat, yang tercatat di Bea Cukai adalah perusahaan yang melakukan ekspor dan impor yang mempunyai Angka Pengenal Impor. Dalam kasus kita tercatat nama PT Asian One Air sebagai pengimpor. Karena Pemkab Mimika bukan perusahaan importir dan tidak punya Angka Pengenal Impor sehingga Pemerintah tidak bisa mengimpor barang langsung, sebagai contoh pesawat Presiden RI 1 diimpor menggunakan tanda pendafratan AOC atas nama Garuda dan tercatat di Bea Cukai atas nama Garuda Indonesia. Di Bea Cukai tidak tertulis pemilik tetapi yang mengimpor,” ujarnya.
Tudingan ketiga, soal Ijin Impor sementara. Menurut Wabup JR, pesawat dan helikopter merupakan barang mewah sehingga setiap masuk dikenakan pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM) sebesar 67,5 persen.
“Khusus pesawat diberikan ijin impor tetap karena invoicenya ditujukkan kepada Asian One Air dan pesawat terbang dikategorikan sebagai angkutan udara untuk umum. Sehingga pajaknya PPnBM dibebaskan,” katanya.
Dikemukakan, pajak pesawat dan helikopter akan dibebaskan apabila diimport oleh perusahan angkutan udara niaga pemegang AOC, dimana yang dibebaskan sesuai peraturan Kemenkeu hanya diberikan kepada Peralatan alutista, Basarnas dan Angkutan udara niaga pemegang AOC.
“Untuk pesawat terbang diberikan ijin impor tetap karena diimpor oleh PT Asian One Air dan invoicenya atas nama PT Asian One Air, ini yang tercatat di bea cukai. Dan pesawat terbang sayap tetap dikategorikan sebagai angkutan udara untuk umum,” tuturnya.
Sedangkan untuk helikopter diberikan Ijin Impor Sementara karena invoicenya ditujukan kepada Pemerintah Kabupaten Mimika, dan helikopter tidak dikategorikan sebagai angkutan udara umum.
Wabup katakan, karena importir pemegang AOC 135 PT Asian One Air sehingga pajak PPnBM ditangguhkan, perlu diketahui bahwa pajak PPnBM helikopter sebesar Rp 26.331.682.000 itu ditangguhkan.
Ijin impor sementara ini berlaku 1 tahun, dimana helicopter tersebut harus dikeluarkan setiap 3 tahun ke tempat terdekat di luar negeri.
Jadi helicopter direekspor tempat terdekat baru diimpor kembali. Untuk mendapatkan Ijin Impor Tetap supaya tidak ada proses helicopter keluar masuk atau supaya mendapatkan Ijin Impor Tetap, maka pembeli barang dalam hal ini Pemda Mimika harus membayar pajak PPnBM yang ditangguhkan.
“Pada saat itu tahun 2015, biaya untuk pajak tersebut tidak dianggarkan, sehingga diberikan ijin impor sementara. Apabila Pemda Mimika mau bayar pajak tersebut yang ditangguhkan sesuai yang tercantum dalam PIB saat ini, untuk tidak ada lagi proses keluar masuk. Ini sekaligus menjawab bahwa barang tersebut milik orang asing,” kata Wabup.
Ia juga menilai pernyataan Kadis Perhubungan yang menyatakan bahwa helikopter akan ditahan dalam rangka mempertahankan aset daerah, merupakan hal yang keliru dan melawan aturan negara.
“Justru jadi bumerang dan menyusahkan Pemkab sendiri, karena helicopter sebagai aset daerah akan disegel sesuai aturan kepabeanan. Artinya bahwa kadishub dan kelompoknya berkomentar untuk menyelamatkan aset daerah tetapi justru tidak melindungi aset daerah,” ujarnya.
Karena itu Wabup katakan Kantor Bea Cukai menyurati Asian one air, untuk segera melakukan re ekspor karena batas waktunya sampai dengan tanggal 31 Juli 2022 sesuai Ijin Impor Sementara dan batas akhir sesuai PIB pada tanggal 15 Agustus 2022.
Helicopter juga disebut bahwa tidak tercatat sebagai aset daerah, kata Wabup justru menunjukan kelalaian pemerintah sendiri dalam hal ini Badan Keuangan dan Aset Daerah.
“Mereka bermaksud untuk menghubungkan asumsinya tentang helicopter itu disewa dari luar negeri tetapi justru menyalahkan instansi lain. Untuk diketahui bahwa helicopter ini dibeli Pemkab Mimika melalui DPA Dinas Perhubungan Tahun 2015 pada nomenklatur Belanja Modal. Proses pembayarannya juga melalui mekanisme dan ketentuan pengadaan barang dan jasa. Artinya secara otomatis Bagian Aset Daerah mencatatnya sebagai Aset Daerah, karena telah dibayar,” ungkapnya.
“Untuk diketahui masyarakat bahwa kegiatan pengadaan, pemasukan, perijinan, pra operasi dan pengoperasian pesawat terbang dan helicopter saat itu, sebagai kepala dinas saya meminta Kejaksaan Negeri Timika dan BPK Provinsi Papua untuk mendampingi pelaksanaannya,” pungkas Wabup.
*RDP Komisi B DPRD*
Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara DPRD Mimika dengan Dinas Perhubungan disebut bahwa helikopter terdata di Bea Cukai Jayapura bukan atas nama Pemkab Mimika tapi justru Asian One Air.
Kepala Dishub Mimika, Ida Wahyuni mengatakan, tahun 2015 Pemkab Mimika dengan Asian One Air membuat kerjasama tentang pengadaan, pemasukan dan pengoperasian.
Adapun pengelolaan selama ini, kata Ida, izin sementara diberikan oleh Bea Cukai untuk barang yang dicicil dan akan jadi milik, atau barang sewaan dengan pemilik orang asing. Dengan demikian statusnya leasing dan sewa menyewa.
Kemudian, izin impor sementara helikopter telah berakhir dan harus dilakukan ekspor ke negara asal.
“Karenanya, untuk menyelamatkan aset daerah, Pemkab Mimika meminta pendampingan Kejaksaan Negeri Mimika. Kejaksaan pun sudah bersurat ke Bea Cukai untuk melakukan penahanan,” kata dia.
Artikel ini telah tayang di seputarpapua.com
LINK SUMBER : Mantan Kadishub Mimika Jelaskan Status Pesawat dan Helikopter yang Kembali Dipersoalkan