Oleh: H Muh Amin, AR, SAg
Di atas telah di kemukakan bahwa Nabi Saw. menganjurkan sambil mengamalkan i’tikaf di masjid dalam rangka perenungan dan penyucian jiwa. Masjid adalah tempat suci. Segala aktivitas kebajikan bermula di masjid.
Di masjid pula seseorang diharapkan merenung tentang diri dan masyarakatnya, serta dapat menghindar dari hiruk pikuk yang menyesakkan jiwa dan pikiran guna memperoleh tambahan pengetahuan dan pengkayaan iman.
Itu sebabnya ketika melaksanakan i’tikaf, dianjurkan untuk memperbanyak doa dan bacaan Al-Quran, atau bahkan bacaan-bacaan doa ramadhan lain yang dapat memperkaya iman dan takwa.
Baca juga : Gema Ramadhan: Sarana Pendidikan yang Efektif
Malam Qadar yang ditemui atau yang menemui Nabi pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung tentang diri beliau dan masyarakat. Saat jiwa beliau telah mencapai kesuciannya, turunlah Ar-Ruh (Jibril) membawa ajaran dan membimbing beliau sehingga terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup beliau bahkan perjalanan hidup umat manusia. Karena itu pula beliau mengajarkan kepada umatnya, dalam rangka menyambut kehadiran Lailatul Qadar itu, antara 1ain adalah melakukan i’tikaf.
Walaupun i’tikaf dapat dilakukan kapan saja, dan dalam waktu berapa lama saja –bahkan dalam pandangan Imam Syafi’i, walau sesaat selama dibarengi oleh niat yang suci– namun Nabi Saw. selalu melakukannya pada sepuluh hari dan malam terakhir bulan puasa. Di sanalah beliau bertadarus dan merenung sambil berdoa.
Salah satu doa yang paling sering beliau baca dan hayati maknanya adalah: “Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat, dan peliharalah kami dan siksa neraka” (QS Al-Baqarah [2]: 201)
Doa ini bukan sekadar berarti permohonan untuk memperoleh kebajikan dunia dan kebajikan akhirat, tetapi ia lebih-lebih lagi bertujuan untuk memantapkan langkah dalam berupaya meraih kebajikan dimaksud, karena doa mengandung arti permohonan yang disertai usaha.
Permohonan itu juga berarti upaya untuk menjadikan kebajikan dan kebahagiaan yang diperoleh dalam kehidupan dunia ini, tidak hanya terbatas dampaknya di dunia, tetapi berlanjut hingga hari kemudian kelak.
Adapun menyangkut ciri alamiah malam lailatul qadar, maka Al-Quran tidak menyinggungnya. Ada beberapa hadis mengingatkan hal tersebut, tetapi hadis tersebut tidak diriwayatkan oleh Bukhari, pakar hadis yang dikenal melakukan penyaringan yang cukup ketat terhadap hadis Nabi Saw.
Muslim, Abu Daud, dan Al-Tirmidzi antara lain meriwayatkan melalui sahabat Nabi Ubay bin Ka’ab, sebagai berikut, Tanda kehadiran Lailat Al-Qadr adalah matahari pada pagi harinya (terlihat) putih tanpa sinar. Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan, Tandanya adalah langit bersih, terang bagaikan bulan sedang purnama, tenang, tidak dingin dan tidak pula panas.
Hadis ini dapat diperselisihkan kesahihannya, dan karena itu kita dapat berkata bahwa tanda yang paling jelas tentang kehadiran Lailat Al-Qadar bagi seseorang adalah kedamaian dan ketenangan. Semoga malam mulia itu berkenan mampir menemui kita. (a40)
The post Lailatul Qadar Hanya Turun di Bulan Ramadhan appeared first on Timika Express.