Situasi konferensi pers saat KPK menahan Marthen Sawy (Foto:tangkapan layar)
SALAM PAPUA (JAKARTA)- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kabag Kesra) Sekretariat Daerah Mimika Marthen Sawy (MS) selaku penjabat pembuat komitmen sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pembangunan Gereja Kingmi Mile 32, Mimika, Papua.
Dalam konferensi pers yang ditayangkan langsung dari channel youtube KPK RI, Marthen Sawy ditahan selama 20 hari di Rutan Polres Jakarta Timur.
“Untuk keperluan penyidikan, KPK melakukan upaya paksa penahanan tersangka MS selama 20 hari pertama, terhitung mulai 20 September 2022 sampai dengan 9 Oktober 2022 di Rutan Polres Jakarta Timur,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (20/9/2022).
Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman dalam UU tersebut adalah dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Berikut konstruksi perkaranya:
KPK sebelumnya juga telah menetapkan dan mengumumkan beberapa orang tersangka, yakni Eltinus Omaleng (EO) Bupati Mimika Periode 2014-2019 dan Periode 2019-2024, MS Kepala Bagian Kesra Setda Kabupaten Mimika atau Pejabat Pembuat Komitman, Teguh Anggara (TA) Direktur PT Waringin Megah (WM).
Dalam konstruksi perkara, Karyoto menjelaskan bahwa sekitar tahun 2013, EO yang berprofesi sebagai kontraktor sekaligus Komisaris PT Nemang Kawi Jaya (NKJ) berkeinginan membangun tempat ibadah berupa Gereja Kingmi Mile 32 di Kabupaten Mimika dengan nilai Rp 126 miliar.
Di 2014, EO terpilih menjadi Bupati Kabupaten Mimika periode 2014—2019 dan dia kemudian mengeluarkan salah satu kebijakan, yaitu menganggarkan dana hibah pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 ke Yayasan Waartsing.
Kemudian, tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) Kabupaten Mimika, sebagaimana perintah EO, memasukkan anggaran hibah dan pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 sebesar Rp 60 miliar ke anggaran Pemerintah Kabupaten Mimika pada tahun 2014.
EO yang masih menjadi Komisaris PT NKJ kemudian membangun dan menyiapkan alat produksi beton yang berada tepat di depan lokasi akan dibangunnya Gereja Kingmi Mile 32.
Berlanjut di tahun 2015, untuk mempercepat proses pembangunan EO kemudian menawarkan proyek ini ke TA dengan adanya kesepakatan pembagian fee 10 persen dari nilai proyek di mana EO mendapat 7 persen dan TA 3 persen.
Selain itu agar proses lelang dapat dikondisikan, EO sengaja mengangkat tersangka MS sebagai pejabat pembuat komitmen. Padahal, MS tidak mempunyai kompetensi di bidang konstruksi bangunan. Dengan pengangkatan MS tersebut diduga MS juga meminta “fee” ke beberapa kontraktor yang berkeinginan ikut dalam proses lelang, walaupun pemenang lelang telah dikondisikan sebelumnya.
EO juga memerintahkan MS untuk memenangkan TA sebagai pemenang proyek walaupun kegiatan lelang belum diumumkan.
Setelah proses lelang dikondisikan, MS dan TA melaksanakan penandatangan kontrak pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 dengan nilai kontrak Rp 46 miliar.
Untuk pelaksanaan pekerjaan, TA kemudian mensubkontrakkan seluruh pekerjaan pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 ke beberapa perusahaan berbeda, salah satunya adalah PT Kuala Persada Papua Nusantara (KPPN) tanpa adanya perjanjian kontrak dengan Pemkab Mimika, namun diketahui oleh EO.
PT KPPN kemudian menggunakan dan menyewa peralatan PT NKJ dimana EO masih menjabat sebagai komisaris PT NKJ.
Dalam perjalanannya, proses pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tidak sesuai dengan jangka waktu penyelesaian sebagaimana kontrak, termasuk adanya kurang volume pekerjaan, padahal pembayarannya telah dilakukan. (Red)
Sumber: SALAM PAPUA Read More