TIMIKA, Seputarpapua.com | Korban akibat kontak tembak antara Tentara Pembebasan Nasioal Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) dengan Militer Indonesia, sudah tidak terhitung jumlahnya. Sejak konflik di Papua timbul, korban dari keduabelah terus bertambah.
Menurut data yang dihimpun Seputarpapua.com, lokasi kontak tembak terjadi di beberapa provinsi di Tanah Papua, yakni Papua Barat Daya, Papua Tengah, Papua Pegunungan dan Pegunungan Tengah.
Pangdam Cendrawasih XVII Mayor Jendral Izak dalam konferensi Pers yang ditayangkan di Kanal YouTube resmi Pusat Penerangan TNI, Senin 25 Maret 2024 mengatakan, ada beberapa wilayah yang kerap bergejolak akibat aksi TPNPB-OPM, diantaranya Kabupaten Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nduga, Intan Jaya dan Puncak.
Jumlah Korban dan Penyebabnya
Izak menyebut total 68 orang meninggal dunia pada tahun 2023 hingga Maret 2024 akibat aksi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).
Izak menjelaskan, korban aksi KKB pada tahun 2023 total berjumlah 61 orang, terdiri dari TNI 26 orang, Polri 3 orang, masyarakat sipil 32 orang. Pada Maret 2024 TNI 2 orang, 3 orang Polri, dan 2 masyarakat sipil. Namun ia tidak menjelaskan penyebab para korban meninggal apakah dikarenakan kontak tembak atau penyerangan langsung oleh KKB atau TPNPB. Sebab, TPNPB atau yang disebut KKB juga menyerang masyarakat sipil dengan berdalih mereka adalah intelejen atau mata-mata.
Jumlah korban masyarakat sipil hingga saat ini pun terus bertambah, baik korban akibat kontak tembak atau pun mereka yang diserang karena dianggap mata-mata, juga dicap terlibat dengan TPNPB-OPM.
Pada Maret 2024 viral terjadi penyiksaan yang dilakukan oleh oknum anggota TNI kepada tiga orang OAP yang diduga sebagai bagian dari TPNPB-OPM. Ketiganya adalah DK, WM dan AM.
Menurut keterangan dari Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Ignatius Benny Ady Prabowo, tiga orang tersebut ditangkap dan diserahkan kepada Polres Puncak pada 3 Februari 2024 karena diduga sebagai anggota Kelompok Kriminal Bersenjata KKB atau TPNPB-OPM oleh personel TNI dari Satgas Yonif Raider 300/Bjw, setelah terjadi kontak tembak di Kampung Eromaga, Distrik Omukia.
Ketiganya ditangkap dari dua lokasi berbeda pasca kontak tembak antara TNI-Polri dengan KKB.
“Saat diserahkan, salah satu terduga yakni WM dalam kondisi tidak sadarkan diri, sehingga ketiganya dibawa menuju Rumah Sakit Ilaga untuk dilakukan pengecekan kesehatan,” kata Kabid Humas dalam keterangannya, Rabu 27 Maret 2024.
Kapolres Puncak, Kompol I Nyoman Punia menjelaskan, selain penangkapan, aparat keamanan juga menyita barang bukti berupa 1 pucuk senjata api (senpi) jenis Mouzer beserta 18 butir amunisi. Namun barang bukti itu masih diamankan personel Yonif Raider 300/Bjw.
“Setelah dilakukan pengecekan kesehatan, WM dinyatakan meninggal dunia. WM merupakan DPO atas kasus penyerangan terhadap pekerja proyek pembangunan Puskesmas Omukia pada bulan Oktober 2023, dan juga terlibat dalam kasus pembakaran SMA Negeri 1 Ilaga,” ungkapnya.
Sedangkan DK dan AM, disebutkan Kompol I Nyoman Dunia bahwa, keduanya hanya menjalani pemeriksaan keterangan oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Puncak selama 2 hari.
“Namun tidak ditahan karena kurangnya bukti. Keduanya kemudian diserahkan kembali kepada keluarga mereka,” tutupnya.
Pada April 2024 dua warga Kabupaten Puncak jadi korban, seorang kritis dan Komandan Rayon Militer 1703-04/Aradide Letnan Dua Oktovianus Sogelrey. Bahkan menurut keterangan dari KKB-TPNPB dan Satgas Operasi Damai Cartenz dua orang anak dibawah umur menjadi korban, yang pertama berusia enam tahun kritis dan berusia 12 tahun meninggal dunia.
Selain korban meninggal dunia, disebutkan pada Mei 2024, akibat kontak tembak warga di Distrik Homeyo, Intan Jaya, mengungsi keluar distrik dan kembali usai situasi mereda.
Terbaru, Kontak tembak antara Aparat keamanan dengan TPNPB-OPM di Distrik Bibida, Kabupaten Paniai, Papua Tengah pada 14-17 Juni 2024. Menurut data Pemerintah Provinsi Papua Tengah, ada 490 warga Distrik Bibida, Kabupaten Paniai ditampung di Gereja Katholik Santo Stefanus Jayanti, Distrik Nabire Barat, Kabupaten Nabire, Provinsi Papua Tengah.
Pengungsi dari Bibida menjadi korban kesekian yang harus keluar dari kampung halamanya akibat kontak tembak yang terjadi.
Antara Otonomi Khusus dan Perundingan
Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom dalam banyak keterangan tertulisnya menyampaikan solusi penyelesaian kontak tembak dan konflik di Papua yang terus terjadi adalah perundingan antara mereka, Pemerintah Pusat kemudian difasilitasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Seperti halnya dalam keterangan tertulisnya yang disiarkan pada 8 April 2024. Ia mengatakan bahwa TPNPB menyampaikan kepada Pemerintah Indonesia untuk segera melakukan pembicaraan damai dengan seluruh rakyat Papua agar konflik bersenjata yang terjadi di tanah Papua antara TPNPB dan Militer Indonesia bisa diselesaikan dan harus di mediasi oleh PBB.
“Jika Indonesia biarkan hal ini (kontak tembak antara TPNPB dengan aparat gabungan) terus terjadi, maka warga sipil yang akan terus menjadi korban. Ini yang harus dipertimbangkan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengakhiri konflik di tanah Papua,” tegas Sebby.
Sementara itu Ketua MRP Papua Tengah, Agus Anggaibak saat ditemui wartawan di Jalan Kesehatan, Mimika, Papua Tengah mengatakan Otonomi Khusus (Otsus) bisa menjadi solusi agar Papua tidak terus menginginkan kemerdekaan atau berpisah dari Indonesia, terlebih dengan usulan revisi atau perubahan dan penambahan pada pasal 20 Undang-undang Otonomi Khusus (Otsus) Nomor 2 Tahun 2021. Dimana MRP, ingin agar tidak hanya Gubernur dan Wakilnya yang harus dijabat oleh OAP, tetapi juga Bupati, Wakil, diikuti Walikota dan wakilnya.
“Harus diketahui baik OAP maupun Non OAP harus tahu cikal bakal lahirnya UU Otsus, UU Otsus itu di negara manapun diberikan kepada daerah konflik, di Papua salah satunya, supaya Papua itu bukan minta merdeka, tapi Papua bangkit dari segala sektornya (sosial, ekonomi, pendidikan, pembangunan, dan budaya) di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” tuturnya.
“Papua (berjuang) tidak harus dengan kekerasan, dengan sejata, atau yang lain-lain, tidak boleh, sekarang pemerintah sudah berikan Otsus, berarti Papua harus sadar ini, kita sudah diberikan Otsus, bagaimana implementasi daripada Otsus itu, ini yang harus kita kejar,” katanya.
Menurut Agus, MRP hingga saat ini terus berjuang agar Otsus benar diterapkan untuk pembangunan Papua.
“Otsus ini yang kita jawab, MRP berusaha supaya niat baik ini (Otsus) implementasi seperti apa, itu yang kita kejar hari ini, karena kita tahu, kita tidak bisa sembunyi lagi, Otsus hadir karena apa? Karena Papua ini, seperti tadi, konflik, pegang senjata, korban sana sini, dan berusaha memisahkan dari NKRI, ini yang tidak boleh, sehingga pemerintah berikan Otsus agar Papua bangkit dari semua sektor itu,” terangnya.
Hingga saat ini solusi untuk menyelesaikan kontak tembak maupun konflik di Papua belum juga ada, selama ego antara mereka yang berkonflik masih sama-sama tinggi rasanya masyarakat Papua khususnya di wilayah kontak tembak, belum bisa beraktivitas dan tidur tanpa mendengar suara letusan senjata.
Artikel ini telah tayang di seputarpapua.com
LINK SUMBER : Kontak Tembak di Papua, Sampai Kapan?