Ketua Komisi Informasi Provinsi Papua, Wilhelmus Pigai (kedua dari kiri), Tokoh Maayarakat Papua yang juga sebagai narasumber, Paskalis Kossai S.Pd ,MM (kedua dari kanan), Ketua Bidang Advokasi, Sosialisasi, Edukasi Komisi Informasi Papua yang juga sebagai narasumber, Joel B Agaki Wanda dan Wakil Ketua Komisi Informasi Papua, Andriani Waly sebagai moderator pada kegiatan webinar keterbukaan informasi publik di Hotel Horison Ultima Entrop.
(Foto: Istimewa)SAPA (TIMIKA) – Komisi Informasi Provinsi Papua menggelar Webinar Keterbukaan Informasi Publik dengan tema ‘Keterbukaan Informasi Publik : Solusi Masalah Papua”.
Berdasarkan siaran pers yang diterima Salam Papua, Rabu pagi (17/4/2022) Kegiatan tersebut dilaksanakan di Hotel Horison Ultima Entrop, dengan melibatkan mahasiswa di Kota Jayapura dan juga masyarakat umum melalui Zoom Meeting, pada Selasa sore (26/4/2022).
Webinar ini menghadirkan tiga narasumber yaitu Joel B Agaki Wanda, Paskalis Kossai,S.Pd. MM dan Drs. Frans Maniagasi,MA.
Ketua Komisi Informasi Provinsi Papua, Wilhelmus Pigai dalam sambutan pembukanya mengatakan, UU No 14 Tahun 2008 menegaskan bahwa keterbukaan informasi publik bukan saja bagian hak asasi manusia, namun juga merupakan hak konstitusional. Sehingga, setiap orang berhak untuk memperoleh informasi.
Ia memandang, gaung keterbukaan informasi public harus terus digaungkan dengan melakukan sosialisasi, edukasi dan advokasi kepada masyarakat dan badan publik yang ada di Tanah Papua. Komisi Informasi Provinsi Papua sendiri telah dibentuk pada 2014.
“Komisi Informasi Papua menyelenggarakan webinar tentang keterbukaan informasi publik sebagai salah satu upaya mencari jalan keluar terhadap berbagai problematika yang diakibatkan oleh tidak terbukanya informasi publik,” ungkapnya.
Ia membeberkan bahwa KI Papua menemukan banyak ‘tersumbatnya’ informasi dari lembaga publik. Akibatnya, masyarakat mencari tahu, mencari jalan sendiri dengan logika sendiri.
“Hal inilah yang menjadi benturan antara Badan Publik Negara dan masyarakat yang ingin tahu tentang suatu fenomena sosial yang muncul dan berkembang. Karena itu, KI Papua mengadakan webinar ini,” jelasnya.
Lebih jauh kata dia, bagi masyarakat Bumi Cenderawasih keterbukaan informasi publik dari badan publik menjadi ‘barang mewah’.
“Banyak hal yang menjadi sumber konflik di masyarakat adalah karena lembaga publik tidak terbuka dan transparan terhadap hal yang harus dibuka dan diketahui masyarakat,” jelasnya lagi.
Sebagai contoh paling gampang kata Ketua KI Papua adalah konflik antara masyarakat adat dan pengusaha sawit, antara masyarakat adat dengan pengusaha pertambangan, masyarakat dengan keamanan bahkan antara masyarakat dan pemerintah dalam urusan DOB dan berbagai contoh lainnya.
“Ini sekali lagi saya sampaikan karena kekurangan informasi atau tidak transparannya kebijaksanaan publik versus rasa ingin tahunya masyarakat,” kata Wilhelmus.
Untuk itu, keterbukaan informasi publik disampaikannya menjadi sangat berguna manakala lembaga publik membuka informasi dan memberikan informasi yang benar, tepat dan valid sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat Papua.
“KIP berpandangan bahwa keterbukaan informasi publik sudah menjadi keharusan sesuai UU nomor 14 Tahun 2008 dan menjadi kebutuhan masyarakat. Keterbukaan informasi sudah menjadi kebutuhan akan keingintahuan masyarakat untuk memotret berbagai fenomena sosial masyarakat.
Menurut Wilhelmus, keterbukaan informasi publik juga sebagai upaya mengedukasi dan memberikan pendidikan politik bagi masyarakat bahwa transparansi dan keterbukaan informasi publik akan memberikan dampak yang baik di dalam pembangunan, ekonomi, sosial, politik, pertahanan dan keamanan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua karena juga akan memberikan kepercayaan dan partisipasi publik.
“Dengan demikian, transparansi, kepercayaan, partisipasi publik untuk mengetahui keterbukaan informasi publik menjadi kunci setiap masalah yang ada di Papua,” ujar dia.
Dalam webinar itu mendapat antusias yang baik oleh peserta baik mahasiswa maupun umum.
Wartawan/Editor: Yosefina