Komisi B DPRD Bentuk Pansus Telisik Indikasi Pidana Pengelolaan Pesawat Pemkab Mimika

TIMIKA | DPRD Mimika bakal membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna menelisik adanya indikasi kerugian negara dari pembelian serta pengelolaan pesawat dan helikopter milik Pemkab Mimika.

Rekomendasi membentuk Pansus usai rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi B DPRD Mimika dengan Dinas Perhubungan serta Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Kamis (4/8/2022).

Ketua Komisi B DPRD, Nurman S. Karupukaro mengatakan, pihaknya menjalankan fungsi pengawasan terhadap persoalan antara Pemkab Mimika dengan PT Asian Air One yang menyewa pesawat dan helikopter milik Pemkab Mimika tersebut.

Karena itu, Komisi B mengundang dinas terkait guna meminta keterangan persoalan utang piutang sebesar Rp21 miliar yang harus dibayarkan PT Asian One Air kepada Pemkab Mimika.

“Makanya tadi kita rapat, kita undang yang belum hadir dari Badan Pendapatan Daerah. Tapi sudah disampaikan tertulis, nanti dalam waktu dekat kita undang juga,” kata Nurman.

Dalam RDP itu, dikatakan Nurman, terdapat rekomendasi yang disampaikan para anggota dewan dari komisi B kepada Ketua DPRD Mimika, Anton Bukaleng, yang juga hadir dalam RDP tersebut.

Pertama, komisi B meminta Pemkab Mimika dalam hal ini Bupati Mimika Eltinus Omaleng untuk mendesak pihak Asian One Air untuk melunasi utang yang belum dibayarkan ke Pemkab Mimika sebesar Rp21 miliar.

Selanjutnya, komisi B meminta Pemkab Mimika untuk menghadirkan helikopter milik Pemkab Mimika yang disewakan kepada Asian One Air. Helikopter tersebut, kata Nurman, harus berada di Kabupaten Mimika dalam minggu ini juga.

“Kalau tidak, DPRD akan meminta lagi kepada pihak yang berwajib untuk menghadirkan aset daerah itu kembali ke Kabupaten Mimika,” katanya.

Rekomendasi ketiga, bahwa keterangan yang diperoleh dalam RDP mengisyaratkan adanya permasalahan soal sewa menyewa pesawat maupun helikopter, akhirnya Komisi B berdasarkan saran dan masukan untuk pembentukan pansus.

“Karena melihat persoalan ini harus diangkat lebih tajam untuk mendapat keterangan lebih jelas, maka diusulkan untuk pembentukan pansus, yang sudah disetujui tadi oleh pimpinan secara langsung,” ungkap Nurman.

Pansus DPRD, kata Nurman, untuk penyelidikan lebih dalam dan lebih transparan guna mendapatkan hasil dalam rangka penyelamatan aset milik Pemkab Mimika tersebut, termasuk utang yang belum diselesaikan oleh Asian Air One.

“Pesawat ini dibeli dengan uang rakyat 85 miliar, itu dari APBD 2015 yang saat itu dibelanjakan berupa pesawat caravan dan helikopter. Tapi sampai hari ini pemerintah belum mendapatkan keuntungan apa-apa dari penggunaan pesawat dan juga helikopter,” terangnya.

Padahal, pengadaan pesawat di tahun 2015 dimaksudkan untuk melayani masyarakat Mimika. Yangmana, pada waktu itu, Pemkab Mimika telah memiliki 1 unit pesawat jenis Pilatus, namun mengalami musibah kecelakaan. Kemudian sebagian dari asuransi pesawat tersebut dipakai untuk membeli pesawat baru.

Selain itu, Nurman mengaku bahwa komisi B kaget lantaran baru mengetahui adanya sewa menyewa antara Pemkab Mimika dengan Asian One Air. Hal itu setelah adanya catatan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap LKPJ Bupati Mimika tahun anggaran 2021.

Catatan itu menjelaskan bahwa BPK meminta kepada Bupati Mimika untuk segera memerintahkan Kepala Dinas Perhubungan udara menarik aset pesawat dan helikopter, kemudian meminta kepada PT Asian Air One segera membayar hutang Rp21 miliar kepada Pemkab Mimika.

“Setelah pendalaman oleh komisi B, ternyata ada banyak sekali masalah mulai dari pembelian, sebelum pembelian, mulai perencanaan dan semuanya sampai terakhir ini, semua penuh masalah,” ujarnya.

Karena adanya masalah yang dimaksudkan tersebut, DPRD juga mendukung langkah cepat Kejaksaan Negeri (Kejari) Mimika yang kini telah memulai melakukan penyelidikan terhadap kasus pesawat maupun helikopter milik Pemkab Mimika.

Nurman menegaskan, pansus DPRD yang dibentuk murni untuk penyelidikan agar permasalahan aset berupa pesawat dan helikopter Pemkab Mimika transparan, tidak ada motivasi politik dalam pembentukan pansus ini.

“Kita tujuannya adalah menyelamatkan aset, kemudian aset ini akan dipergunakan selanjutnya untuk kepentingan masyarakat secara penuh,” ujarnya.

Status Pesawat/Helikopter

Dalam RDP tersebut, terungkap bahwa helikopter terdata di Bea Cukai Jayapura bukan atas nama Pemkab Mimika tapi justru Asian One Air.

Kepala Dishub Mimika, Ida Wahyuni mengatakan, tahun 2015 Pemkab Mimika dengan Asian One Air membuat kerjasama tentang pengadaan, pemasukan dan pengoperasian.

Adapun pengelolaan selama ini, kata Ida, izin sementara diberikan oleh Bea Cukai untuk barang yang dicicil dan akan jadi milik, atau barang sewaan dengan pemilik orang asing. Dengan demikian statusnya leasing dan sewa menyewa.

Lanjut dia, izin impor sementara helikopter telah berakhir dan harus dilakukan ekspor ke negara asal. Karenanya, untuk menyelamatkan aset daerah, Pemkab Mimika meminta pendampingan Kejaksaan Negeri Mimika. Kejaksaan pun sudah bersurat ke Bea Cukai untuk melakukan penahanan.

Ida menyebut, dalam proses pendampingan itu Kejari Mimika telah memanggil beberapa pejabat terkait untuk dimintai keterangan karena diduga ada pelanggaran yang mengarah ke unsur pidana.

“Dalam persoalan ini tidak ada tendensius kepada siapapun. Tapi kami hanya pertahankan aset Pemda, karena status pesawat itu adalah milik Pemda,” tegasnya.

Ida juga mengungkapkan bahwa sesuai kontrak dengan Asian One Air adalah hasil sewa bagi hasil. Dimana Pemkab mendapatkan Rp12,5 juta per jam terbang helikopter dan Rp10 juta untuk pesawat. Pemkab juga menjalankan kewajiban mengalokasikan anggaran setiap tahun untuk asuransi dan sparepart.

Akan tetapi, sejak Tahun 2020, Asian One Air menunggak pembayaran hasil sewa sebesar Rp21 milar kepada Pemkab Mimika. Sementara keberadaan helikopter sekarang berdasarkan data AirNav, justru berada di Nabire dan tidak ada jam terbang di Timika.

Proses Sewa Menyewa

Sebelumnya Wakil Bupati Kabupaten Mimika, Johannes Rettob yang ketika itu menjabat Kepala Dinas Perhubungan, mengatakan pesawat dan helikopter dianggarkan dari APBD 2015 sebesar Rp85 miliar sesuai keinginan bupati untuk melayani masyarakat ke pedalaman Mimika.

Dengan berbagai kajian yang matang akhirnya diputuskan membeli satu unit pesawat Cessna jenis Caravan dan Helikopter Airbus AS 350 B3E/H125 serial number 8150 register PK-LTA dibeli dalam kondisi baru karena dibuat langsung di pabrik.

Dalam proses pengadaan pesawat dan helikopter tersebut, Wabup John mengatakan dirinya dan Bupati Omaleng ikut langsung melakukan uji terbang.

Ada pun Grand Caravan dibeli langsung di Wichita, Amerika dengan harga 2,5 juta dolar AS termasuk biaya administrasi, dan Helikopter produk Jerman yang dibuat di Malaysia dengan harga 3,2 juta dolar AS.

Untuk masuk ke Indonesia, banyak persyaratan karena pesawat merupakan barang mewah sehingga harus kena Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPNBM) 67,5 persen dari harga pesawat.

Jika mau bebas pajak maka harus kerjasama dengan operator penerbangan yang punya hak, karena kalau pemda yang masukan, harus bayar PPNBM. Sehingga Pemda Mimika memakai maskapai Asian One Air untuk mengurus semua proses tersebut.

“Beda antara barang bekas dengan tata cara barang impor baru, di Kementerian perdagangan juga ada aturannya. Kita juga bisa buktikan dari nomor serial number itu bisa dilist di pabrik,” ungkapnya.

Sampai di Timika, pesawat dan helikopter ini dioperasikan Pemda dengan cara sewa menyewa agar mudah diatur.

Proses sewa menyewa dengan Asian One untuk Caravan 1 jam dikenakan biaya Rp10 juta sementara Helikopter Rp12,5 Juta per jam sekali terbang. Dimana khusus Helikopter maksimum operasi 50.

“Itu pemasukan PAD yang selama ini kita dapat,” jelas Wabup.

Namun, kini kontrak dengan Asian One Air sudah berakhir. Pesawat Caravan sampai saat ini masih terparkir di Bandara Mozes Kilangin namun Asian One sudah menderegistrasi atau mengeluarkan pesawat tersebut, yang artinya tidak tercatat lagi di Kementerian Perhubungan dan tidak punya registrasi.

Sementara Helikopter masih memiliki ijin impornya nanti akan berakhir pada Juli 2022.

Untuk itu, Wabup mengatakan Pemda harus memutuskan memilih operator baru melanjutkan kerjasama untuk mengoperasikan pesawat tersebut.

“Harus cepat memutuskan supaya bisa melaksanakan kerjasama apakah impor baru atau tidak supaya registrasi yang terdaftar atas nama Asian One Air berubah menjadi perusahaan baru lagi,” katanya.

Jika pesawat terus diparkir, maka bisa terkena PPNBM 67,5 persen dari harga pesawat.

Namun jika telah kontrak dengan perusahaan yang baru kemudian pesawat dibawa ke luar negeri misalnya tempat terdekat seperti Papua New Guniea lalu akan berproses lagi dikirim ke Indonesia oleh operator yang baru.

“Itu sudah aturannya, jadi bukan berarti kita seolah-olah sewa dari luar, tapi itu sudah menjadi prosedurnya,” kata Wabup.

Wabup juga menjelaskan mengenai informasi pesawat Pemda digunakan oleh Kabupaten lain. Bahwa pesawat Caravan tetap ada di Timika dan melayani daerah-daerah yang bisa dilalui oleh pesawat berjenis Caravan. Pesawat tersebut harus membawa pemasukan untuk Pemda.

“Jadi dia (pesawat) dapat kontrak APBN yang melayani masyarakat sini dan juga beberapa kabupaten di luar, dari hasil itu yang disewa 10 juta perjam, uang masuk kembali ke pemerintah ini kan profesional menurut saya sih,” katanya.

Menurutnya bisnis memang harus tetap murni. Karena sistem kontrak pesawat ini adalah sewa menyewa. Namun tetap base pelayanan adalah Timika sesuai dengan perjanjian.

Sementara Helicopter, bertugas untuk mengangkut barang-barang ke pedalaman, namun jika tidak dioperasikan, karena kebutuhan Helicopter di Timika tidak seperti pesawat kecil, sehingga lebih mahal yakni Rp12,5 juta per jam untuk membayar pilot dan lainnya.

“Kalau tinggal saja pilot siapa yang bayar. Kan pesawat satu dia harus pikir otak bagaimana supaya tetap operasi karena kalau tidak operasikan bisa rusak,” jelasnya.

 

Artikel ini telah tayang di seputarpapua.com
LINK SUMBER : Komisi B DPRD Bentuk Pansus Telisik Indikasi Pidana Pengelolaan Pesawat Pemkab Mimika

Pos terkait