Perwakilan keturunan Tuarek Natkime (Foto:salampapua.com/Acik)
SALAM PAPUA (TIMIKA)– Keturunan Tuarek Natkime menyebutkan Perpanjangan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PT Freeport Indonesia (PTFI) dalam pengoperasian pertambangan di Kabupaten Mimika tidak sah.
Jemmy Natkime mewakili keturunan Tuarek Natkime di Timika menyampaikan sangat menyesal atas putusan Pemerintah dan PTFI pada pembahasan perpanjangan AMDAL yang digelar belum lama ini, sebab pihaknya tidak dilibatkan, dan hanya melibatkan tokoh-tokoh yang bukan merupakan keturunan Tuarek Natkime.
“Kami ini anak dan cucu keturunan Tuarek Natkime. Yang beberapa waktu lalu diundang Freeport untuk bahas soal AMDAL di Bogor bukan keluarga Tuarek Natkime. Jadi sebagai keturunan Tuarek Natkime, kami sangat menyesal. Kami juga sampikan terkait penetapan perpanjangan AMDAL oleh Pemerintah dan Freeport yang dilakukan di Bogor adalah tidak sah,” ungkap Jemmy, Kamis (3/11/2022).
Dia mengungkapkan bahwa benar tokoh-tokoh yang dimaksud berasal di daerah Amungsa atau Amungme, wilayah operasi PTFI adalah merupakan tempatnya keluarga Natkime.
Dalam hal ini, Tuarek Natkime yang menandatangani sehingga Freeport dapat masuk dan memulai operasi di Tembagapura, Kabupaten Mimika.
Keluarga Natkime bukan kelompok, lembaga ataupun organisasi. Namun benar-benar yang memiliki tempat dan menjadi korban permanen selama pengoperasian Freeport. Untuk itu Dia mengatakan, keturunan Tuarek Natkime menolak putusan perpanjangan AMDAL yang dilakukan Freeport dan Pemerintah.
“Wilayah operasi Freeport itu benar-benar tempatnya Tuarek Natkime. Tuarek yang tandatangan sampai akhirnya Freeport masuk dan mengeruk emasnya. Keluarga Natkime yang punya tempat dan menjadi korban permanen,” tegasnya.
Harusnya sebelum putusan itu dilakukan, pemerintah dan Freeport harus berbicara bersama keluarga Tuarek Natkime.
Jemmy juga mengaku bahwa memang pihak manajemen Freeport sempat menginformasikan kepada keluarga Natkime terkait pembahasan perpanjangan AMDAL tersebut. Namun informasi tersebut terkesan mendadak, tanpa ada kesempatan bagi keluarga Natkime untuk mempelajari atau mengkajinya.
Undangan yang disampaikan juga terkesan tidak formal. Harusnya dilakukan pertemuan internal terlebih dahulu dengan keluarga Natkime sebagai upaya sosialisasi.
“Memang mereka koordinasi tapi itu secara umum, mereka tidak datang secara khusus berbicara dengan (keluarga) Natkime. Di Bogor dan di Rimba Papua Hotel juga kami tidak ikut, karena kami belum belajar data-datanya. Padahal itu harus betul-betul dikaji karena ini persoalan alam. Bukan secara tiba-tiba saja,” ujarnya.
Untuk rencana titik pembuangan limbah itu benar di wilayah Amungme, tapi ada orang-orang atau marga-marga yang memiliki tempat yang akan menjadi korban permanen.
Adapun pernyataan sikap yang disampaikan keturunan Tuarek Natkime sebagai berikut:
Pertama, keluarga Tuarek Natkime sama sekali tidak ada satupun yang terlibat dalam pembahasan perpanjangan AMDAL yang dilakukan di Bogor.
Kedua, keturunan Tuarek Natkime menolak dengan tegas rencana pembuangan limbah ke sungai Nosolanop. Apabila limbah dibuang ke sungai Nosolanop, maka harus libatkan marga Nosolame.
Ketiga, apabila limbah dibuang kembali ke sungai Agawogong, maka harus didahului dengan pertemuan bersama keluarga Natkime.
Keempat, apabila beberapa poin tersebut di atas tidak dipenuhi, maka keluarga Natkime akan menutup pengoperasian PT Freeport Indonesia.
Salam Papua sudah mencoba menghubungi pihak PTFI melalui Divisi Corporate Communication sejak Kamis (3/11/2022) lalu, namun hingga berita ini diturunkan belum juga ada respon.
Wartawan : Acik
Editor : Jimmy
Sumber: SALAM PAPUA Read More