TIMIKA, pojokpapua.id – Sulaksono sebagai salah satu anak pengusaha Sumitro mengklarifikasi adanya tuduhan tindak pidana korupsi lahan Poumako oleh Kejaksaan Negeri Mimika. Iapun membeberkan polemik kepemilikan lahan di Pomako dalam jumpa pers yang digelar di Restoran Serayu, Sabtu (6/5/2023).
Dugaan tindak korupsi itu kata dia, tidak benar sebab lokasi tersebut sah kepemilikannya atas nama Sumitro. Tahan atau lahan ini bersertifikat dengan dasar pelepasan adat lalu kemudian dijual kepada PT Semen. “Tanah tersebut adalah sah milik kami, tetapi kami masih dituduhkan melakukan tindak korupsi atas aset pemerintah daerah,” jelasnya.
Sulaksono mengungkapkan jika merujuk surat resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Papua, dengan jelas disebutkan jika pihaknya adalah pemilik sah lahan di Poumako yang didasarkan pada dasar-dasar pembuatan sertifikat. Selanjutnya atas pertemuan yang juga difasilitasi oleh DPRD Mimika bersama Pemda Mimika, pihak Sumitro lalu menghibahkan lahan atau tanah di Poumako untuk kepentingan masyarakat. Ia bersama ayahnya, kata Sulaksono beritikad baik untuk tidak menghalangi pembangunan. Akhirnya lahan seluas 11,57 hektare dihibahkan kepada pemerintah daerah dan dibuat sertifikat atas nama pemerintah daerah. Tanah ini kemudian juga sudah diserahkan kepada Kementerian Perhubungan.
Dalam proses ini, pihaknya juga kemudian membuat kesepakatan dengan pemerintah daerah karena ada beberapa hal yang belum terpenuhi dari perjanjian karena ada beberapa pekerjaan yang belum terselesaikan di kawasan pelabuhan Poumako. Maka pihak Sumitro berharap adanya perjanjian kerja sama dengan pemerintah daerah (win win solution). Namun sampai saat ini ia mengaku belum mendapatkan hal tersebut. Jika pihaknya ditekan oleh Kejaksaan Negeri di kawasan yang sama maka pihaknya bisa saja menarik kembali apa yang sudah diberikan kepada pemerintah daerah. Bahkan pihaknya berencana akan menggugat pemerintah daerah, bahwa lahan seluas 11,57 hektare yang sudah diberikan dikembalikan kepada Sumitro.
“Sampai saat ini kami belum mendapat itikad baik itu dari pemerintah daerah, namun kami juga sangat ditekan oleh pihak Kejaksaan, sampai detik ini juga dipanggil bolak-balik, untuk itu kami harus mengklarifikasi,” jelasnya.
Atas persoalan tanah di Poumako ini, pada tahun 2022, pihaknya sudah diundang untuk bertemu dengan pemerintah daerah, Kejaksaan, Polres dan perwakilan BPN.
Pihaknya mempunyai bukti sertifikat kepemilikan yang dikeluarkan oleh BPN. Sertifikat asli ini dikeluarkan oleh BPN. Namun atas persoalan dugaan tindak korupsi yang ditujukan kepada pihaknya, diharapkan persoalan ini tetap dilaksanakan sesuai proses hukum yang berlaku dan tidak ada kriminalisasi ataupun ada yang menekan. Atas dugaan tindak korupsi ini, reputasi keluarga Sumitro dipertaruhkan. Sebab, selama ini pihaknya tidak banyak bersuara di publik soal kasus kepemilikan lahan di Poumako. Namun menurutnya kini sudah saatnya keluarga mengungkapkan hal ini ke publik.
Soal aset lahan di Poumako, keluarga Sumitro memiliki lahan seluas 50 hektare. Sebagian lahan sudah disertifitkan dan sisa lainya masih dalam surat pelepasan adat setempat. Ia berharap jika pemerintah daerah mengklaim jika tanah di Poumako adalah milik mereka maka harus dibuktikan dengan sah sesuai hukum perdata. “Kami yang punya sertifikat dituduh melakukan korupsi di lahan yang sama menurut mereka (pemerintah daerah),” ungkapnya.
Pihak Sumitro bahkan diarahkan untuk mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 10 miliar karena dianggap penjualan tanah salah bayar, yang seharusnya dibayarkan adalah ke pemerintah daerah bukan ke PT Semen.
Sementara itu, dalam surat resmi dari BPN Provinsi Papua yang ditujukan kepada Plt Bupati Mimika perihal penjelasan status tanah, pengaduan tanah Poumako Nomor MP. 01.02/754-91/IV/2023 ada beberapa poin penting soal status pengadaan tanah Poumako tertanggal 28 April 2023 yakni Kepala BPN Papua yang telah diundang dalam rapat koordinasi tanggal 13 Februari 2023 guna penyelesaian tanah Poumako.Namun, ternyata yang dihadapi faktanya sangat berbeda, data yang disampaikan kepada Menkopolhukam tidak berimbang.
Untuk itu, BPN telah melaksanakan langkah musyawarah dan sosialisasi pengadaan tanah tanggal 15 Agustus 2022 di Kantor Pertanahan Kabupaten Mimika dan melakukan pengukuran di tanggal 18 Agustus 2022 untuk dapat menguji keberadaan bidang tanah atau uji kepemilikan lahan. Dan dalam kegiatan pengukuran di lapangan tersebut ditemukan fakta jika letak, luas dan batas-batas sebagaimana termuat dalam dokumen pelepasan tersebut masih bersifat asumsi atau tidak jelas dan tidak pasti.
Selanjutnya faktanya BPN menemukan seluruh proses pengadaan tanah yang dilaksanakan tidak sesuai dengan Kepres Nomor 55 Tahun 1993 atau bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 dan Peraturan Menteri Agraria Nasional Nomor 1 Tahun 2022.(*)
Sumber: Pojok Papua Read More