Kejari Mimika Seriusi Berantas Mafia Tanah, saat ini 500 H Jadi Perhatian

TIMIKA | Kejaksaan Negeri (Kejari) Mimika saat ini tengah serius memberantas mafia tanah.

Salah satu yang jadi fokus perhatian Kejari Mimika adalah lahan di Pelabuhan Pomako seluas 500 hektar yang menjadi aset Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika.

Kepala Kejari Mimika, Sutrisno Margi Utomo mengatakan, pemberantasan mafia tanah sudah menjadi atensi dan intruksi Jaksa Agung. Ini dikarenakan mafia tanah ini sangat merugikan negara. Dalam arti, pemerintah terus berupaya melaksanakan pembangunan, namun karena adanya mafia tanah ini pelaksanaannya tidak maksimal.

“Mafia tanah bisa berasal dari pihak mana saja, baik pejabat Pemkab Mimika, BPN maupun perorangan dan swasta. Karenanya siapapun di belakang akan kami proses dan tetapkan sebagai tersangka. Karena ini sudah jadi intruksi pimpinan,” kata Sutrisno dalam konfrensi pers, Jumat (10/6/2022).

Sebagai bentuk keseriusan, saat ini Kejari Mimika tengah membidik lahan 5.000.000 meter persegi atau 500 hektar di wilayah Pelabuhan Pomako, Distrik Mimika Timur yang sudah dilakukan pembayaran dan menjadi aset daerah, namun belum memiliki sertifikat. Sehingga pelaksanaan pengembangan pelabuhan tidak bisa terlaksana dengan baik.

“Kami sudah turun langsung melakukan pemantauan untuk melihat secara langsung kondisi lapangan,” ujarnya.

Kajari menjelaskan, permasalahan lahan seluas 500 hektar di Pelabuhan Pomako yang tengah dilakukan pemeriksaan ini berawal, pada 23 Oktober 2000 lalu, Pemkab Mimika membentuk panitia pengadaan tanah, yang di dalamnya mantan Sekda Mimika dan pernah menjadi Kepala Distrik Mimika Timur ditahun tersebut.

Sesuai Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), pembentukan tim pembebasan lahan ini bertujuan untuk pembangunan Pelabuhan Pomako. Dimana, saat itu wilayah tersebut belum ada jembatan dan lokasi masih berbentuk hutan lindung.

“Nah, karena akan dilakukan pembangunan pelabuhan, maka status lahan dari hutan lindung diturunkan menjadi area peruntukkan lainnya (APL),” katanya.

Setelah status lahan itu diturunkan, maka Pemkab Mimika mengeluarkan anggaran sebesar Rp6.775.130.000 untuk pembebasan lahan kepada masyarakat Hiripau sejak Tahun 2000 sampai 2008.

Pengeluaran anggaran itu tercatat, namun sampai saat ini belum disertifikatkan.

“Dari itulah, kami akan melakukan pengecekan, apakah terjadi kelalaian atau kesengajaan,” ujarnya.

Sutrisno menegaskan, pihaknya melakukan pengecekan karena walaupun sudah dibayar, namun untuk pelaksanaan pembangunan sangat susah. Bahkan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perhubungan sudah mengalokasikan anggaran untuk pembangunan Pelabuhan Pomako, namun tidak bisa terlaksana. Padahal pelabuhan ini melayani 6 daerah di pegunungan tengah. Ini sangat disayangkan

Hal ini dikarenakan adanya permasalahan bahwa lahan tersebut masih dikuasai oleh pihak lain dengan menerbitkan sertifikat hak milik dan hak guna pembangunan. Sehingga terindikasi adanya mafia tanah.

“Kami sudah melakukan pemantauan dan diharapkan bisa diajukan perdata. Namun tidak bisa dan terus dilakukan rapat, termasuk KPK juga hadir untuk masalah pelabuhan,” terangnya.

Rapat tersebut dilakukan untuk mengetahui secara pasti letak permasalahannya. Karena, untuk dilakukan pembayaran kembali sudah tidak mungkin Ini karena lahan tersebut adalah milik pemerintah daerah yang sudah dibebaskan seluas 500 hektar.

“Penerbitan dan kepemilikan sertifikat di atas lahan milik pemerintah merupakan sebuah pelanggaran hukum. Dan diduga terjadi tindak pidana korupsi yang mengakibatkan hilangnya aset Pemkab Mimika,” tegasnya.

Artikel ini telah tayang di seputarpapua.com
LINK SUMBER : Kejari Mimika Seriusi Berantas Mafia Tanah, saat ini 500 H Jadi Perhatian

Pos terkait