Galian C Berizin di Timika Hanya Satu

TIMIKA, pojokpapua.id – Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) memastikan hanya ada satu perusahaan di Timika yang mengantongi izin resmi untuk mengelola galian golongan C. Perusahaan tersebut yakni PT Negelar Puncak dan beroperasi di Distrik Iwaka.

Kepala DPMPTSP Mimika, Abraham Kateyau yang ditemui Kamis (14/9/2023) menegaskan tidak ada perusahaan lain yang mengantongi izin galian C. Bahkan PT Negelar Puncak saat ini belum bisa beroperasi karena izin berakhir pada Juni 2023 lalu dan sudah diingatkan untuk perpanjangan izin.

Izin galian C dikatakan Abraham tidak diterbitkan oleh Pemkab Mimika karena merupakan kewenangan pemerintah provinsi. “Izin antar pulau itukan ada material khusus galian C yang dibawa  keluar dari Timika itu tidak bisa keluar karena rekomendasi dari sana itu tidak bisa terbit, izinnya sudah mati, dia harus urus izin ulang dulu,” jelasnya.

Tidak adanya izin lain selain PT Negelar Puncak berarti kata Abraham, aktifitas galian C yang beroperasi seperti di Kali Selamat Datang dipastikan ilegal atau liar. “Yang lain liar, harus ditertibkan,” ujarnya.

Untuk penertiban galian C ilegal yang sudah merusak lingkungan tersebut dikatakan Abraham bukan tugas DPMPTSP tetapi OPD teknis yang memang tupoksinya menegakkan Perda.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi B DPRD Mimika, Mathius Yanengga meminta agar galian C ilegal harus ditertibkan karena merusak lingkungan.

Senada dengan hal itu, Anggota Komisi B, Lexy David Lintuuran menyebut persoalan galian C menjadi persoalan bersama. Begitu pula dengan pasir batu yang dibawa keluar seperti Asmat dan Merauke harus diawasi dan memberi kontribusi bagi daerah dalam bentuk penerimaan. “Ini jadi persoalan kita bersama, jadi harus  diselesaikan agar daerah tidak rugi, potensi alam dari sini, jadi harus ada pemasukan untuk kas daerah,” jelasnya.

Hal yang sama juga disampaikan Tanzil Ashari yang menyoroti galian C di kali dekat Jembatan Selamat Datang SP 2. Ia mengatakan, galian C ini berdampak terhadap lingkungan karena dilakukan terus menerus.

“Ini ke depan 5-10 tahun yang akan datang, bencana alam dan kerusakan lingkungan bisa terjadi karena material sirtu diambil terus, ini harus ada tindakan tegas untuk selamatkan generasi penerua bangsa,” imbuhnya.(*)

Sumber: Pojok Papua Read More

Pos terkait