Fenomena Sosial Pecandu Lem Aibon, Peminta-minta dan Anak Jasa Kardus di Mimika Butuh Perhatian Serius Pemerintah dan Orang Tua

Salah satu potret anak pecandu lem aibon di Timika (Foto:salampapua.com/Acik)

SALAM PAPUA (TIMIKA) – Maraknya anak-anak yang kecanduan lem aibon, menjadi peminta-minta dan menawarkan jasa tutup kendaraan warga dengan kardus kian menjadi fenomena yang dijumpai di beberapa titik keramaian di Timika, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah.

Untuk menjumpai anak-anak yang kecanduan lem aibon tentunya bukan hal yang sulit bagi masyarakat Mimika. Sebab, saat ini bukan hanya gedung atau bangunan kosong serta lorong sepi dan gelap yang dijadikan tempat “bertapa” bagi anak-anak pecandu lem berbahaya tersebut. Namun di emperan toko dan tempat terbuka pun kerap dijumpai satu bahkan segerombolan bocah yang berani menggenggam kaleng aibon sambil menghirupnya.

Selain pecandu lem aibon, di Timika juga mudah ditemui anak-anak yang menjadi peminta-minta. Untuk persoalan ini bukan hanya anak-anak, tapi juga ada remaja, bahkan lansia. Mereka menadahkan tangan di parkiran dan pintu masuk pusat perbelanjaan, lampu merah, rumah makan dan beberapa titik keramaian lainnya. Untuk menaruh ibah dari targetnya, para peminta-minta ini beralasan belum makan, membeli obat ataupun sekedar untuk membayar jasa ojek.

Fenomena sosial lainnya yang telah lama terjadi di Timika juga adanya segerombolan bocah yang dengan semangat menawarkan jasa tutup sadel sepeda motor ataupun kaca depan kendaraan roda empat menggunakan kardus. Bocah-bocah yang dominan berambut lurus ini kerap beraksi di depan emperan tokoh di Jalan Yos Sudarso Timika, tepatnya di depan kantor YPMAK.

Satu di antaranya kepada Salampapua.com mengaku bahwa dirinya menjalani jasa tersebut untuk membantu ibu, karena ayahnya telah pergi meninggalkan mereka.

“Sa pung Bapa tidak tahu kemana. Bapa pergi sudah lama tinggalkan sa dan adik dan mama. Makanya sa bantu mama cari uang,” ungkapnya polos.

Bocah lainnya yang merupakan perempuan mengaku disuruh ayah dan ibunya untuk mendapatkan uang jajan di sekolah.

“Sa (punya) Bapa dan Mama yang suruh biar sa ada uang jajan di sekolah,” tuturnya.

Di tengah fenomena seperti itu, Ketua Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Mimika, Luky Mahakena turut berkomentar. Menurut pria yang juga menjabat sebagai Humas RSUD Mimika ini,  fenomena tersebut akan terus bermunculan seiring waktu dan bukan hanya ada di Timika.

Meski demikian, yang patut diwaspadai adalah terkait jasa kardus. Sebab dikhawatirkan ialah adanya upaya eksploitasi anak. Untuk itu perlu adanya regulasi-regulasi terkait peran pemerintah sehingga dapat menegur atau mensosialisasikan kepada masyarakat atau orang tua.

“Hal-hal itu merupakan fenomena sosial, dan itu bisa saja terjadi atau ditemukan kapan dan dimana saja, tapi perlu juga adanya regulasi terkait peran pemerintah untuk menegur adanya upaya eksploitasi anak ataupun yang atas kemauan sendiri,” ungkapnya, Rabu (1/3/2023).

Masyarakat khususnya orang tua juga perlu diberikan pengertian, karena jika tidak dicegah sejak dini, maka akan menjadi lebih meluas.

Persoalan pecandu lem aibon juga merupakan satu persoalan yang telah lama terjadi dan belum hilang hingga saat ini. Untuk masalah ini dikembalikan ke masing-masing orang tua, dimana sebagai orang tua harus bisa mendidik dan mengawasi anaknya. Sebab candu lem aibon bukan hal yang wajar dan menyebabkan gangguan kesehatan bagi anak.

“Orang tua yang harusnya berperan paling utama untuk persoalan aibon. Anak-anak itu generasi penerus keluarga. Jadi orang tua harus menjaganya,” tuturnya.

Adapun keterlibatan peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam menertibkan tempat berjualan. Pemerintah melalui Satpol-PP tentunya dapat bertindak dan mengawasi setiap tempat selain toko bangunan yang diindikasi menjual lem tersebut.

“Intinya harus ada upaya maksimal pemerintah untuk menekan angka anak aibon, demikian juga untuk yang anak-anak kardus dan peminta-minta,” ujarnya.

Wartawan : Acik

Editor : Jimmy

Sumber: SALAM PAPUA Read More

Pos terkait