TIMIKA | Keterbatasan obat antimalaria jenis DHP-Frimal atau ‘obat biru’ beberapa bulan terakhir di Mimika, Papua Tengah, memaksa penggunaan Kina yang terbukti punya efek samping tidak menyenangkan.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Timika, dr. Leonard Pardede, Sp.OG(K), mengatakan kedua jenis obat antimalaria ini sebetulnya sama-sama efektif untuk mengobati malaria.
Kendati begitu, dr. Leo mengakui merupakan hal wajar jika masyarakat selalu mencari obat biru ketimbang Kina karena efek sampingnya yang rata-rata membuat penderita tidak nyaman.
“Jadi efek samping (kina) itu yang paling tidak nyaman. Apakah bisa sembuh, bisa. Bisa selagi kina itu masih respon terhadap tubuh pasien,” kata dr. Leo kepada Seputarpapua di Timika, Rabu (24/8/2022).
Kata dr. Leo, Kina dikonsumsi penderita malaria selama 1 minggu atau 7 hari secara terus-menerus. Dosisnya 3×2 tablet atau 6 butir per hari untuk orang dewasa.
“Dampaknya itu tinnitus, kondisi telinga berdenging. Bahkan bisa sulit tidur, mual, hingga muntah. Karena dia asam dan itu banyak, 6 tablet dia harus minum per 8 jam,” kata dia.
Selain itu, sebut dia, proses penyembuhan juga jadi pertimbangan pasien. Kina akan dikonsumsi dalam waktu lebih lama, ketimbang obat biru yang biasanya hanya 3 hari sudah menunjukkan kesembuhan.
“Obat biru jauh lebih cepat. Bayangkan, pasien biasa minum hanya 3 hari sudah sembuh, kadang-kadang mereka minum tidak sampai habis lagi. Itu yang bikin masalah. Sudah rasa enak, berhenti minum,” katanya.
*Malaria Kambuhan*
dr. Leo juga mengatakan, malaria kambuhan umumnya terjadi pada seseorang karena beberapa faktor. Paling umum adalah ketidakpatuhan konsumsi obat, dan kondisi lingkungan untuk infeksi berulang.
“Parasit malaria ini tersimpan di organ hati dan limpa. Sementara primaquine juga kadang tidak diminum sampai habis. Itu yang sering terjadi,” kata dia.
Menurut dr. Leo, parasit malaria sebetulnya bisa diatasi secara total. Jika infeksi parasit plasmodium adalah tropika, pemberian primaquine hanya satu tablet. Namun jika tertiana, konsumsi obat akan lebih lama yaitu 14 hari.
“Obat ini membunuh parasit yang ada di hati dan di limpa. Makanya orang kenapa limpa besar, karena malaria sudah sering sekali. Tersimpan parasit malaria di situ terus-menerus,” ungkap dia.
Parasite malaria, tegas Leo, bisa disembuhkan secara total jika pasien mengonsumsi obat sesuai dengan anjuran dokter. Konsumsi obat hingga habis dan benar-benar tepat waktu adalah bagian terpenting.
“Kalau 24 jam misalnya hari ini minum jam 1 siang, besok dikonsumsi jam 1 siang lagi,” kata dr. Leo.
Terakhir adalah upaya pencegahan untuk menghentikan infeksi berulang karena gigitan nyamuk Anopheles. Menurut dr. Leo, hanya dengan tidak tergigit nyamuk tersebut bisa menghentikan infeksi baru.
“Kalau ditanya bagaimana menyelesaikan ini, saya lebih menganjurkan mari kita bekerja bersama-sama. Semua lintas sektor, pemerintah sebagai pemilik regulasi sampai ke masyarakat,” kata dia.
Lingkungan bersih bebas sampah dan genangan air, kata Leo, diyakini dapat mencegah penyakit malaria dan menekan peningkatan kasus di daerah endemik malaria seperti Mimika.
“Harus menyelesaikan masalah sampah, itu yang terutama sebenarnya. Ketika lingkungan bagus, petugas memeriksa jentik nyamuk itu. Dengan begitu maka terapi (pengobatan) tidak akan lagi banyak,” ujarnya.
Sebagai profesional dan konsultan obstetri ginekologi sosial, dr. Leo memandang masalah malaria secara menyeluruh benar-benar adalah tanggungjawab bersama, lintas sektor.
“Di sini ada masalah pendidikan dan juga ekonomi. Dua-duanya ini juga harus diatasi untuk penyelesaian jangka panjang,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di seputarpapua.com
LINK SUMBER : Dokter Bicara Efek Obat Antimalaria dan Cara Menghentikan Malaria Kambuhan