Eltinus Omaleng. Foto: Dok./TimeX
TIMIKA,TimeX
Menilik pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang baru diundangkan pada 19 Juli 2021 lalu, peran dan ‘sentralisasi pengaturan’ pemerintahan daerah khusus Provinsi Papua oleh pemerintah pusat begitu kental.
Baca juga : Gema Ramadhan: AL-Quran jadi Landasan Puasa Ramadhan
Setelah adanya perubahan 18 pasal dalam UU Otsus 2001 dan adanya dua penambahan pasal baru, pemerintah pusat memiliki beberapa kebijakan yang tidak dapat diganggu gugat oleh masyarakat Papua.
Jika mencermati perubahan dan penambahan yang ada, setidaknya terdapat dua peran pemerintah pusat yang begitu dominan dan mengesampingkan peran pemerintah daerah yang seharusnya menjadi pihak utama dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah otonomi khusus Provinsi Papua.
Hal ini kemudian ditolak oleh Eltinus Omaleng, SE, MH. Kepada wartawan di gedung Gereja Marthen Luther, Mile 32, Selasa (12/4), ia mengungkapkan, mekanisme penyaluran dana Otonomi Khusus khusus (Otsus) Jilid II mulai tahun 2022 sudah berubah dari tahun sebelumnya, yang mana ditahun ini, Pengajuan Dana Otonomi Khusus dilakukan berdasarkan usulan masing-masing Kabupaten/Kota.
Dengan demikian Pemerintah Provinsi Papua tidak lagi membagi dana otsus pengiriman dalam bentuk transfer ke pemerintah kabupaten/kota.
“Jika suah ditarik, maka tidak ada lagi kekhususan untuk Papua, seharusnya dana itu kita kelolah sama-sama, jangan ibarat lepas kepala tetapi masih pegang ekor,” ujar bupati.
Lanjut bupati, pemekaran telah diberikan untuk Papua, seharusnya dengan pengelolaan Otsus, karena menurut Bupati, Otsus dan pemekaran sudah sepaket, jika pusat memberlakukan demikian, maka tentu saja akan menyulitkan Papua, karena harus berjuang untuk bisa mendapatkan dana Otsus ini.
“Percuma juga kita berkoar-koar soal Otsus, kalau Otsus itu sudah ditarik ke Pusat, kedepan Otsus ini sudah sama persis dengan DAK, yang harus diperjuangkan sendiri oleh setiap OPD ke pusat, karena kalau ingin otsus harus ajukan program kepusat ,” ucap Bupati.
Kata bupati lagi, jika ingin Pusat membangun Papua, maka kembalikan Otsus, dan jangan ada kecurigaan untuk Papua.
“Jadi kita ini seperti dikasih kulit saja, sedangkan daging itu ibarat uang, kalau maua berdiri kan buruh uang, kebalikan Otsus kepapua biar dikelolah Provinsi, itu baru kita puas, lebih baik Otsus Jilid I, kita Papua masih bisa kelolah,” pungkasnya.
Untuk diketahui, terkait dengan pembentukan badan khusus yang diketuai oleh Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada Pasal 68A UU Otsus 2021, dalam rangka sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan Otonomi Khusus dan pembangunan di wilayah Papua, dibentuk suatu badan khusus yang kemudian bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden.
Badan khusus ini diketuai oleh Wakil Presiden dan beranggotakan Menteri Dalam Negeri, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri Keuangan, serta satu orang perwakilan dari setiap provinsi di Provinsi Papua sebagai anggotanya.
Hal inilah yang kemudian menampakkan bahwa pemerintah pusat melakukan over-control penyelenggaraan pemerintahan di daerah Otonomi Khusus Provinsi Papua. Badan Khusus ini akan mengungkung kebebasan dan keleluasaan pemerintah daerah dalam menentukan dan membuat kebijakan di daerah otonomi khususnya.
Sangat potensial, akan ada kewenangan yang saling tumpang tindih antara kewenangan yang dimiliki oleh badan khusus dan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah, bahkan lebih jauh lagi akan mengurangi dan memangkas kewenangan pemerintah daerah Provinsi Papua.
Sesuai dengan statement dari Ketua Panitia Khusus RUU Otsus Papua Komarudin Watubun pada Juli lalu, pembentukan badan khusus ini merupakan simbol kehadiran Istana di Papua, namun di sisi lain juga merupakan simbol arogansi dan sikap otoriter pemerintah pusat atas pelaksanaan pemerintahan di daerah otonomi khusus Provinsi Papua.
Kedua, terkait dengan usulan pemekaran daerah. Pada Pasal 76 UU Otsus 2021, pada ayat (2) pemerintah pusat kembali menampakkan arogansinya atas usulan pemekaran daerah di daerah otonomi khusus Provinsi Papua.
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi daerah otonom untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua dengan memperhatikan aspek politik, administratif, hukum, kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, perkembangan pada masa yang akan datang, dan/atau aspirasi masyarakat Papua.(a30/*)
The post Bupati Tolak Pengelolaan Otsus Diambil Alih Pusat appeared first on Timika Express.